Muslimahdaily - Dalam hidup, manusia tak akan lepas dari yang namanya kegagalan. Namun, kegagalan yang datang lagi dan lagi membuat kita terperangkap pada rasa putus asa.

Apakah itu tentang masalah keluarga yang tak kunjung usai, kegagalan dalam berkarir yang tak ada habisnya, atau kesalahan masa lalu yang terus menahan kamu hingga kini. Semua itu akan membuat kamu lelah secara emosional. Walau sudah berusaha membuat perubahan, namun nampaknya hal buruk lebih kuat dibanding usahamu, dan akhirnya gagal lagi.

Tak sedikit dari kita yang mungkin terlintas pikiran-pikiran seperti ini:

“Pasti ada yang salah denganku.”

“Mengapa hal buruk sering terjadi hanya pada satu orang.”

“Mengapa hal-hal buruk terus terjadi padaku?”

“Mengapa dunia menjadi tempat yang buruk?”

“Banyak orang jahat di luar sana.”

Memahami Pikiran dan Emosi Diri Sendiri

Fenomena Filtering

Ketika hal-hal buruk terjadi berulang kali, kita cenderung lebih mudah untuk memandang dunai melalui lensa atau filter pesimistis. Filtering adalah distorsi kognitif atau cara berpikir yang tidak sehat yang mempengaruhi cara seseorang memandang dunia dan menyebabkan segala sesuatu dilihat dari bias negatif.

Beberapa contoh filtering dalam kehidupan sehari-hari:

Marah pada anak yang umumnya memiliki nilai baik, hanya karena nilainya menurun atau tidak baik.

Kesal pada teman yang pada umumnya baik dan dapat diandalkan, hanya karena melakukan kesalahan.

Hal yang sama bisa terjadi pada mereka yang memiliki riwayat trauma. Peristiwa traumatis meninggalkan kesan yang lebih besar dan mendalam pada pikiran, tubuh, dan jiwa.

Bias Kognitif

Seiring waktu, pikiran yang di-filter berkembang menjadi kerangka kerja yang lebih rumit, yang berdampak pada bagaimana memandang lingkungan secara menyeluruh. Filter memblokir rangsangan posifif dan hanya membiarkan rangsangan negatif yang muncul. Filter ini, bersamaan dengan tempramen, pangalaman, dan keadaan masing-masing individu akan mengarahkan pada bias yang terus berkembang.

Bias tersebut di antaranya:

Kegagalan tidak bisa dihindari, terlepas dari kerja keras atau usaha. Oleh karenanya, tidak ada gunanya mencoba lagi.

Semua manusia itu egois, dan jangan pernah lengah karena orang lain akan menyakiti diri kita.

Manusia tidak dapat diandalkan dan kita tidak dapat bergantung pada keluarga atau teman untuk urusan apapun.

Kesabaran adalah jalan terbaik apa pun yang terjadi, bahkan jika orang lain menyakiti atau melecehkan kita.

Ketika lebih dari satu orang menyakiti diri kita, maka itu karena ada sesuatu yang salah pada diri kita dan bukan mereka.

Sumbangan yang membentuk Filter dan Bias

Learned Pessimism: kekecewaan memang tidak nyaman dan terkadang menyakitkan. Ketika seseorang dikecewakan, baik oleh peristiwa atau orang lain, maka hal baik yang dilakukan adalah menyesuaikan harapan, mencoba sesuatu yang baru dan memandang situasi secara berbeda.

Pilihan lain adalah dengan berhenti mengharapkan hal-hal baik. Hal ini dilakukan agar tidak lagi mengalami kekecewaan di masa mendatang. Cara pandang yang tidak sehat dan maladaltif ini awalnya dilakukan untuk melindungi diri dari kekecewaan. Namun, seiring berjalannya waktu, cara berpikir ini akan membangun pesimisme yang mengakar dan cara yang sangat reaktif untuk mengatasi masalah.

Childhood Invalidation: Orangtua, guur, dan pengasuh memainkan peran penting dalam bagaimana kita memandang dan beriteraksi dengan lingkungan. Ketika kita memiliki teladan yang pesimis, maka kita rentan menjadi pribadi yang pesimis juga.

Genetika: Selain dua hal di atas, faktor lain yang menjadi sumbangan dalam membentuk filter dan bias adalah genetika. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Todd dan kawan-kawannya pada tahun 2013.

Lantas, apa yang harus dilakukan?

Berikut beberapa hal yang dapat kamu coba untuk menghilangkan filter dan bias negatif.

Bayangkan hidup seperti Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam

Bukan menjadi rahasia lagi bila Nabi Muhammad mengalami masa-sama sulit dalam hidupnya. Kekurangan makan, orang-orang yang mencelanya, mengamcam, hingga meencoba membunuhnya. Belum lagi, Rasulullah tidak dikelilingi oleh kemewahan seperti hidup kita. Jika Rasulullah memiliki filter yang negatif, maka akan sangat mudah bagi beliau mengalami depresi bahkan menyerah untuk menyiarkan agama Islam.

Dengan merefleksikan hidup kita dengan Rasulullah, kita dapat memimikirkan hal positif apa yang kita miliki dan tidak beliau miliki. Bayangkan duduk bersama Rasulullah dan bercakap-cakap dengan beliau. Tulis nikmat-nikmat tersebut dan tempelkan di cermin sehingga kita dapat sering melihatnya.

Pelajari polanya

Latihan ini dapat membantu mengeksplorasi perilaku yang dihasilkan dari filter dan bias kita. Di bidang psikologi, terdapat istilah transferensi yang terjadi ketika seseorang secara sadar atau tidak sadar berinteraksi dengan orang lain karena mereka mengingatkannya dengan orang lain.

Jika kamu merasa selalu jatuh pada kesalahan atau orang yang sama berulang kali. Bisa jadi hal tersebut memiliki kesamaan dengan trauma masa lalu atau kesalahan yang dahulu diperbuat.

Terakhir, ingatlah bahwa setiap hal terjadi karena izin Allah, termasuk musibah. Dan sesungguhnya hanya Allah lah yang dapat memberi keringanan pada setiap kesulitan.

“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah, dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

(QS. At-Taghabun: 11).

Tulisan ini diterjemahkan dari Yaqeen Institute yang ditulis oleh Najwa Awad & Sarah Sultan.