Muslimahdaily - Dalam sebuah kajian, K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab disapa Gus Baha, menguraikan pentingnya bermazhab bagi umat Islam. Menurutnya, berpegang pada salah satu mazhab fiqih bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah keniscayaan logis untuk dapat menjalankan syariat Islam secara benar dan terhindar dari pemahaman yang serampangan.
Bahaya Mengambil Hukum Langsung dari Al-Qur'an dan Hadis
Gus Baha memulai penjelasannya dengan sebuah perumpamaan sederhana namun mengena. Ia mengkritik keras gagasan untuk kembali sepenuhnya kepada Al-Qur'an dan Hadis tanpa melalui bimbingan para ulama mujtahid, terutama dalam urusan hukum atau fiqih. Menurutnya, pemahaman ini sering kali justru menjerumuskan seseorang pada kesalahan fatal.
"Yang paling saya tidak suka itu orang yang mengatakan, 'Mari kembali ke Qur'an dan Hadis'. Bukan karena saya tidak suka Qur'an dan Hadis, tapi kamu itu siapa? Paham apa?" tegas Gus Baha.
Ia mencontohkan, banyak orang yang karena semangatnya ingin mengikuti sunnah, justru salah dalam penerapannya. Misalnya, seseorang yang membaca hadis tentang anjuran memakai siwak, kemudian dengan percaya diri melakukannya sebelum shalat Jumat. Namun, ia lupa bahwa ada hadis lain yang menyatakan bahwa bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah. Tanpa ilmu yang memadai, dua dalil yang tampak bertentangan ini bisa menimbulkan kebingungan.
Di sinilah, menurut Gus Baha, peran ulama mazhab menjadi sangat krusial. Mereka adalah para ahli yang telah mendedikasikan hidupnya untuk meneliti, menganalisis, dan merumuskan hukum dari ribuan dalil yang ada.
Fiqih sebagai Solusi atas Kerumitan Dalil
Gus Baha menjelaskan bahwa fiqih yang dirumuskan oleh para imam mazhab seperti Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Hanafi, dan Imam Ahmad adalah sebuah "paket jadi" yang memudahkan umat. Para imam ini telah melakukan pekerjaan yang sangat rumit, yaitu memilah dan memilih dalil mana yang berlaku (nasikh), mana yang sudah tidak berlaku (mansukh), mana yang bersifat umum (‘am), dan mana yang khusus (khos).
"Kita ini diuntungkan oleh fiqih. Fiqih itu sudah barang jadi. Sudah ada bab wudhu, bab shalat, semuanya sudah dipilah-pilah," ujarnya.
Ia memberikan ilustrasi lain tentang hukum memakan ikan. Di Al-Qur'an disebutkan bahwa semua yang ada di laut itu halal. Namun, ada hadis yang melarang membunuh katak. Jika seseorang hanya berpegang pada keumuman ayat Al-Qur'an tanpa memahami konteks dan dalil lainnya, ia bisa saja menghalalkan katak. Ulama fiqih telah membahas kerumitan ini dan menyimpulkan hukumnya untuk kita ikuti.
Bermazhab adalah Bentuk Kerendahan Hati
Pada intinya, seruan Gus Baha untuk bermazhab adalah ajakan untuk memiliki kerendahan hati dan mengakui keterbatasan ilmu. Mengambil hukum langsung dari sumber primer (Al-Qur'an dan Hadis) membutuhkan kapasitas keilmuan yang luar biasa, yang disebut sebagai mujtahid mutlak. Sementara mayoritas umat Islam saat ini tidak berada pada level tersebut.
Dengan mengikuti mazhab, seorang Muslim pada dasarnya sedang mengikuti hasil ijtihad seorang ulama besar yang sanad keilmuannya tersambung hingga Rasulullah SAW. Ini adalah cara paling aman dan logis dalam beragama, menghindari kekacauan dan sikap mudah menyalahkan amalan orang lain yang mungkin memiliki dasar dari mazhab yang berbeda.
Oleh karena itu, bermazhab bukanlah tindakan menjauh dari Al-Qur'an dan Hadis. Sebaliknya, ia adalah cara terbaik untuk mengikuti Al-Qur'an dan Hadis melalui bimbingan para ahli waris Nabi yang paling otoritatif.
Sumber : Youtube/Kalam - Kajian Islam