Muslimahdaily - Bukan perjalan yang mudah bagi Noora Alsamman. Ketika memutuskan untuk menjadi muslim saat usianya baru beranjak 15 tahun, ia mendapat penolakan keras dari keluarga. Satu-satunya ayah dan ibu yang dimiliki Noora justru menentang habis-habisnya keputusan Noora tersebut. Namun, semangatnya tak sebanyak umurnya kala itu, ia tetap mempertahankan keimanannya dan terus berdoa agar selalu diberi kemudahan.
Sang ibu yang keturunan Suriah lahir di Detroit, Michigan, sedangkan ayahnya yang orang Amerika mempunyai latar belakang Polandia. Mereka adalah keluarga yang memeluk agama Katolik.
Noora yang waktu itu baru berusia 15 tahun datang ke sekolah seperti biasa. Cita-citanya dulu ingin menjadi biarawati. Namun, sebuah kejadian tak akan terlupakan Noora bermula dari Kelas Sejarah Dunia.
Ia sedang mempelajari beberapa agama besar di dunia. Ketika datang pembahasan tentang Islam,dirinya sangat tertarik. Noora makin tertarik ketika salah satu teman muslimnya berhasil membenarakan paparan guru di depan kelas. Ia merasa kagum terhadap temannya tersebut. Ia pasti punya iman yang kuat, pikir Noora.
Semakin tertarik, Noora menanyakan perbedaan antara Katolik dan Islam. Meresa tak puas dengan temannya karena belum bisa menjawab pertanyaannya, ia meminta salinan Al - Qur’an dalam bahasa inggris kepada ibu temanya. Tak disangka, Noora semakin dibuat takjub. Ia tak dapat berhenti membaca kitab tersebut. Noora yang suka dengan puisi beranggapan bahwa tak mungkin seorang manusia dapat menulis kata-kata seindah itu. Tak perlu waktu lama, ia memutuskan untuk menjadi muslim.
Ibadah seperti puasa dan shalat mulai dilakukan Noora. Namun cobaan mulai datang. Kedua orangtua Noora mengetahui tentang kepercayaan anaknya yang baru. Tak lagi mengikuti apa yang diajarkan oleh mereka, orangtua Noora mengambil Al – Qur’an, sajadah, melepas jilbab, dan mengambil barang-barang Islam miliknya.
Noora mulai menyembunyikan jilbab miliknya karena sang ayah akan mencarinya seharian. Ibunya mulai melarang Noora berhubungan dengan teman muslimnya dan menelpon ibunya agar berhenti memberi tahu lebih banyak tentang Islam.
Tak kehabisan jalan, orangtua Noora membawa sang putri ke Gereja untuk bertemu dengan Pendeta. Sambil duduk, ia berpikir bahwa sang Pendeta hanya membacakan bagian Alkitab yang ingin para jemaatnya dengar, kemudian memanipulasi artinya.
Suatu hari, sang ibu mempertemukan Noora dengan seorang pendeta. Gadis tersebut mengatakan bahwa dirinya telah mencintai Islam. Namun kemudian ucapannya tak mendapat respon baik, Noora malah dianggap telah dirasuki setan dan mimpinya saat pergi ke negara Muslim dan gurun sambil mengenakan jilbab juga bagian dari ulah setan.
Masih berusaha agar sang anak kembali menjadi seorang Katolik, ibu Noora memasak daging babi dengan berkata bahwa daging tersebut adalah daging sapi. Beruntungnya, Noora sempat memeriksa kemasan daging yang hampir dimakannya. Sang ayah mulai memberi ancaman bahwa tak boleh ada orang lain yang beragama selain Katolik di rumahnya.
Keadaan Noora semakin sulit. Ketika ia sedang shalat, mereka malah mengejek Noora dan mengunci pintu kamarnya. Tapi Noora belum terkalahkan, ia terus memegang teguh imannya walau harus menyembunyikan Al - Qur’an di ventilasi udara dan membaca doa-doa dalam bahasa Arab di buku yang kecil.
Noora mulai mengajarkan tentang Islam kepada adiknya. Namun lagi-lagi orangtuanya menentang dengan ancaman mengusir. Karena dirinya yang masih muda dan desekan akan diusir, Noora berhenti shalat dan berdoa untuk sementara waktu. Namun ia berjanji akan melaksanakan syariat Islam secara total ketika sudah besar.
Tidak ada lagi yang mendukung Noora. Hanya tetangga yang menasihatinya agar patuh terhadap orangtua. Teman-teman muslimnya tak mengerti kesulitan yang dihadapi Noora, mereka masih belum cukup mengerti dan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang selama ini tinggal di pikiran Noora.
Saat usianya berusia 20 tahun, Noora menelpon teman muslimnya dahulu untuk memberi tahu akan nada masjid yang dibangun di dekat rumahnya. Selama perjalan ke masjid, gadis itu mendengar azan. Matanya meneteskan air mata. Kerinduan Noora akan Islam meluap mendengar panggilan tersebut.
Noora akhirnya kembali mengucapkan syahadar di bulan Ramadhan. Ia berjanji untuk selalu tabah dan setia menjalankan syariat Islam. Ia mulai mengenakan jilbab lagi. Walau masih ditentang oleh keluarganya, walau dikatakan seperti nenek-nenek saat memakai jilbab, walau sempat dibawa ke psikiater, Noora tetap sabar.
Kini dengan segala masa lalu yang kelam, Noora berusaha hidup dengan bahagia bersama sang suami dan anaknya, Yusuf.