Muslimahdaily - Pernahkah kamu merasa bahwa citra Tuhan yang pertama kali kita kenal adalah sosok yang siap menghukum? Sebuah persepsi yang tanpa sadar membuat kita lebih sering merasa takut daripada rindu. Komedian Abdur Arsyad mengajak kita untuk berhenti sejenak dan merenung. Melalui perjalanan spiritualnya, ia menemukan sebuah titik balik yang mengubah segalanya: memilih untuk fokus mengenal Allah dari sisi-Nya yang Maha Baik.
Ini bukan tentang menafikan sifat Allah yang lain, melainkan tentang mengubah sudut pandang agar perjalanan kita menuju-Nya terasa lebih merangkul dan penuh harapan.
Mendobrak Persepsi Keliru dari Masa Kecil
Bagi banyak dari kita yang tumbuh di era 80-an atau 90-an, doktrin agama sering kali datang dalam bentuk larangan dan ancaman. Abdur Arsyad mengenang masa kecilnya dengan sangat jeli.
"Kita dari kecil sering ditakut-takuti, 'jangan makan pakai tangan kiri nanti Allah marah'," ungkapnya.
Pendekatan semacam ini, menurut Abdur, secara perlahan menanamkan citra "Tuhan yang pemarah" di alam bawah sadar kita. Sebuah persepsi yang membuat hubungan dengan Sang Pencipta terasa berjarak dan kaku. Padahal, esensi utama yang seharusnya kita kenali terlebih dahulu adalah bahwa "Allah itu Maha Baik".
Titik Balik: Saat Kebaikan Allah Terasa Begitu Nyata
Seiring berjalannya waktu, pengalaman hidup menempa keyakinan Abdur. Keteraturan, rezeki, kesehatan, dan berbagai kebaikan yang ia dan keluarganya terima menjadi bukti yang tak terbantahkan. Momen inilah yang menjadi titik balik dalam perjalanannya.
"Perjalanan hidup membuat saya sampai pada titik di mana Allah ini sangat baik sama saya... Di situlah saya mulai, dalam perjalanan saya mengenal Tuhan, saya mau menampilkan sisi Allah yang Maha Baik ini," tuturnya.
Abdur tidak menyangkal adanya sifat Allah yang Maha Keras Siksa-Nya. Namun, ia memahami bahwa sifat itu hadir sebagai konsekuensi logis atas pilihan dan perbuatan manusia. Alih-alih terfokus pada rasa takut akan hukuman, ia memilih untuk memusatkan energinya untuk menyelami dan mensyukuri kemahabaikan Allah yang tak terbatas, yang selalu membuka pintu bagi hamba-Nya untuk kembali.
Analogi Jitu dari Panggung Komedi: Kunci Perbaikan Diri
Untuk menjelaskan pentingnya introspeksi, Abdur membawa kita ke dunianya: stand-up comedy. Ia menganalogikan, ketika seorang komika gagal membuat penonton tertawa, reaksi pertamanya sering kali menyalahkan faktor luar—penontonnya yang tidak seru, sound system yang jelek, atau suasana yang kurang mendukung.
"Perbaikan sejati," kata Abdur, "baru bisa terjadi ketika komedian itu mau membuka diri, mengakui kekurangannya, dan memperbaikinya."
Prinsip yang sama berlaku dalam kehidupan spiritual. Kita tidak akan pernah bisa memperbaiki diri jika terus-menerus menyalahkan keadaan, takdir, atau orang lain atas masalah kita. Perubahan sejati hanya bisa dimulai dari satu titik: kesediaan untuk membuka hati, mengakui kesalahan, dan berkomitmen untuk menjadi lebih baik.
“Nanti Hidup Jadi Nggak Asik,” Alasan Klasik Takut Berhijrah
Salah satu penghalang terbesar bagi seseorang untuk berubah menjadi lebih baik, menurut pengamatan Abdur, adalah ketakutan. Ia melihat banyak orang ragu untuk melangkah, misalnya untuk sholat lebih rajin atau berhijab, karena khawatir hidupnya akan menjadi "tidak asik" lagi.
"Saya mau umrah, tapi nanti kalau pulang umrah masa saya masih begini-begini saja? Nanti hidup saya tidak asik lagi," ujarnya, menirukan keresahan temannya.
Kekhawatiran ini ia bantah dengan tegas. Menjalankan perintah Allah seperti sholat tidak serta-merta merenggut kesenangan hidup. Justru, hal itu adalah fondasi yang akan membuat hidup lebih terarah dan bermakna. Bagi Abdur, perubahan menuju kebaikan adalah sebuah keniscayaan, sebuah proses upgrade diri yang harus terus dilakukan.
Dalam sebuah kalimat penutup yang cerdas dan menusuk, ia berpesan:
"Handphone saja ada versi terbarunya terus, masa diri kita tidak ada versi terbaru?"
Sebuah pengingat sederhana namun kuat bagi kita semua, para Muslimah, untuk tidak pernah takut berevolusi menjadi versi terbaik dari diri kita di hadapan-Nya.