Muslimahdaily - Selain Aisyah binti Abu Bakar, ternyata ada shahabiyah lain yang berkontribusi dalam periwayatan hadis-hadis nabawi. Ialah Furaiah, salah satu perawi wanita dengan hadis-hadis yang ia riwayatkan langsung dari Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
Ia menempati kelompok sahabat dengan derajat sahabat tertinggi karena dirinya menghadiri bai’atur ridhwan pada tahun keenam hijriyah bersama Abu Dzar al-Ghifari, Sahl bin Sa’ad dan saudara laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri.
Furaiah berasal dari Bani Khadrah, kabilah terpandang diantara penduduk Yastrib. Ialah putri dari pejuang Islam terbaik, Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa’labah bin Ubaid bin Abjar radhiyallahu’anhu.
Ayahnya memiliki semangat juang yang amat tinggi. Sebelum perang Uhud berkecamuk, ia berniat mengikutsertakan anak laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, yang saat itu masih berusia 13 tahun. Walau ia merasa bahwa jagoannya itu sudah siap bertempur di medan perang, Rasulullah melarangnya mengingat usia Abu Sa’id yang masih belia.
Namun, Malik bin Sinan harus menemui ajalnya sebagai syahid pada perang Uhud dan menjadikan kedua anaknya yatim-piatu pada usia yang masih belia.
Meski kehilangan ayah tercinta, dan ibunda Anisah binti Abu Haritsah yang lebih dahulu menghadap Sang Pencipta, Furai’ah dan Abu Sa’id, tak gentar untuk tetap mengibarkan panji-panji Islam. kepergian kedua orangtuanya mereka anggap sebagai ujian kesabaran.
Suatu ketika, mereka tak memiliki uang sepeserpun untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Abi Sa’id pun meminta saudara perempuannya itu untuk menemui Rasulullah dan melaporkan keadaan mereka.
Akan tetapi, ia mengurungkan niatnya saat mendengar Rasul berkhutbah di Masjid Nabawi. Rasulullah berkata, “Barang siapa yang menahan nafsu karena Allah Subhanahu wata’ala, niscaya Allah akan mencukupinya. Dan barang siapa yang meminta kekayaan karena Allah, niscaya Ia akan memberikannya kekayaan.”
Mereka berdua pun memantapkan diri untuk terus bersabar dan yakin bahwa Allah akan selalu mencukupi mereka. Karena kesabarannya, ada saja rezeki yang datang pada adik-kakak itu dari segala penjuru yang tak mereka sangka.
Furai'ah binti Malik sebagai perawi hadis
Selain terlahir dari keluarga pejuang, Furai’ah juga terlahir dari keluarga yang agamis. Ayaknya adalah seorang perawi yang rajin meriwayatkan hadis. Begitupula saudara laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri yang menempati urutan ketujuh sebagai perawi dengan riwayat hadis terbanyak.
Begitupula Furai’ah, namanya tercatat sebagai salah satu periwayat hadis dari kalangan wanita. Setidaknya, ada delapan hadis yang ia riwayatkan. Meski tidak sebanyak periwayatan Aisyah binti Abu Bakr al-Shiddiq ataupun Ummu Salamah, namun hadis yang ia riwayatkan dijadikan pijakan bagi para ulama fiqh.
Salah satunya adalah hadis tentang masa berkabung (iddah) bagi wanita yang ditinggal wafat suaminya. Dalam hadis yang ia riwayatkan menerangkan bahwa janda yang karena suaminya wafat harus menjalani masa berkabungnya selama empat bulan sepuluh hari.
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah Al Qa'nabi, dari Malik dari Sa'd bin Ishaq bin Ka'bin bin 'Ajrah dari bibinya yaitu Zainab binti Ka'bin bin 'Ajrah bahwa Al Furai'ah binti Malik bin Sinan yang merupakan saudari Abu Sa'id Al Kudri telah mengabarkan kepadanya bahwa ia datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta izin kepada beliau untuk kembali kepada keluarganya di antara Bani Khudrah, karena suaminya keluar mencari beberapa budaknya yang melarikan diri hingga setelah mereka berada di Tharaf Al Qadum ia bertemu dengan mereka lalu mereka membunuhnya. Aku meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk kembali kepada keluargaku, karena ia tidak meninggalkanku ada dalam tempat tinggal yang ia miliki dan tidak memberikan nafkah. Ia berkata; kemudian aku keluar hingga setelah sampai di sebuah ruangan atau di masjid, beliau memanggilku dan memerintahkan agar aku datang. Kemudian aku beliau berkata: “Apa yang engkau katakan?” kemudian aku kembali menyebutkan kisah yang telah saya sebutkan, mengenai keadaan suamiku. Ia berkata; lalu beliau berkata: "Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa 'iddahmu." Ia berkata; kemudian aku ber'iddah di tempat tersebut selama empat puluh bulan sepuluh hari. Ia berkata; kemudian tatkala Utsman mengirimkan surat kepadaku, ia bertanya mengenai hal tersebut, lalu aku kabarkan kepadanya, lalu ia mengikutinya dan memberikan keputusan dengannya.
Hadis tersebut terdapat dalam Sunan Abi Dawud nomor 2300 serta pada periwayatan lain dalam Muwaththo’ Malik nomor 1250, Jami’ At-Tirmidzi nomor 1204, Sunan An-Nasa’i nomor 3528 dan 3530, Sunan Ibn Majah nomor 2031 yang seluruhnya memiliki derajat hadis shahih.