Muslimahdaily - Urwah bin Zubair bin Awwam bin Khuwailid al-Asadi al-Quraisy, seorang pria berakhlakul karimah penuh dengan ilmu pengetahuan. Lahir di Kota Madinah pada tahun 22 H, sebagai cucu sang Khulafaur Rasyidun pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq.

Sebagai anak laki-laki dari ayahnya Zubair bin Awwam Radiyallahu ‘anhu yang merupakan sahabat setia baginda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dan ibunya Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq Urwah lahir sebagai anak laki-laki yang terjaga akhlaknya. Abdullah bin Zubair saudara laki-laki Urwah termasuk salah satu dari empat serangkai yang disebut sebagai al-‘Abdallah, yaitu anak-anak yang lahir pertama setelah hijrah ke Madinah.

Sang pemuda yang selalu haus akan ilmu pengetahuan

Lahir sebagai generasi yang sudah melewati masa jahiliyyah, Urwah hidup di lingkungan yang taat akan ajaran agama Allah Subhanahu wa ta’ala. Memiliki darah keturunan sang khalifah pertama membuat Urwah memiliki jiwa yang selalu haus akan ilmu pengetahuan.

Berusaha kerasa mendapatkan ilmu, beliau tidak lelah untuk mendatangi Rasulullah. Dengan kegigihannya, beliau mampu meriwayatkan hadits dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah, dan banyak pula mengambil dari bibinya, Aisyah Ummjul Mukminin. Berkat kegigihannya, Urwah masuk ke dalam salah satu dari Al-Fuqaha’ As-Sab’ah, yaitu tujuh ahli fiqh yang menjadi sandaran dan sumber mengenai hukum kehidupan dan urusan agama.

Terkenal akan ilmunya, banyak pula kalangan umara yang meminta saran atau masukan kepada Urwah, salah satunya adalah Umar bin Abdul Aziz yang saat itu diangkat sebagai gubernur kota Madinah pada masa al-Walid bin Abdul Malik.

(Baca juga : Imam Abu Hanifah dan Puasa Daging Kambing)

Sempurna dalam ilmu pengeahuan

Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam berkata, “Sesungguhnya ilmu pengetahuan itu dimiliki oleh salah satu dari tiga orang berikut; orang yang mempunyai jabatan, sehingga ilmu tersebut menghiasinya. Atau, dimiliki oleh orang yang beragama yang ilmu tersebut dapat mengganggunya, atau ilmu menjadi budak penguasa hingga sang penguasa itu rela memuseumkan ilmunya. Dan tidak seorangpun yang lebih tahu tentang tiga cacat ini dari Urwah bin az-Zubair dan Umar bin Abdul Aziz.”

Dengan pernyataan Abu bakar di atas, terbukti bahwa pada masanya Urwah merupakan salah satu pemuda yang memiliki kesempurnaan dalam ilmu pengatahuan, sehingga tidak ada satupun dari kecacatan yang dimiliki seorang ‘alim yang ada pada diri seorang Urwah.

Sosok yang jelas terlihat menjungjung tinggi akan ilmu pengetahuan ini pun tak pernah berhenti menasihati para buah hatinya akan pentingnya menimba ilmu. Hisyam bin Urwah berkata, “Urwah bin Zubair berkata kepada anaknya,

“Wahai putraku, kalian tidak akan mendapatkan petunjuk dari Tuhan kalian, selama kalian merasa malu untuk meniti jalan kemulian-Nya. Sesungguhnya Allah Dzat Yang Memuliakan orang-orang yang pantas mendapat kemuliaan dan berhak, Dialah Dzat yang berhak memilihnya.”

Selain itu, Urwah juga berpesan kepada anak-anaknya,

“Wahai putraku, belajarlah kalian, karena jika kalian dahulu adalah orang-orang kecil dan terbuang, maka semoga kalian menjadi pembesar mereka di kemudian hari (karena ilmu pengetahuan). Sukakah kalian menjadi orangtua yang bodoh?”

(Baca juga : Kisah Kecerdasan Sahabat Rasul dan Tabiin)

Kesabaran dan kemuliaan akhlak sebagai dasar kehidupannya

Tidak sempurna seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan tanpa sikap yang mulia, dan hal inilah yang terjadi pada sosok Urwah. Tidak hanya mulia dengan ilmunya, beliau juga terkenal dengan sikap dan perangainya yang baik dan mulia serta kesabarannya dalam menjalani kehidupan.

Sebagai seorang ‘alim, beliau memiliki sikap yang baik dan mulia kepada orang-orang di sekitarnya. Hal ini dibuktikan saat Urwah selesai membangun rumahnya. Sebuah riwayat menyebutkan bahwasanya ketika Urwah selesai membangun rumahnya, ia mengajak serta merta masyarakat di sekelilingnya untuk menyantap bersama makanan yang telah disediakannya secara cuma-cuma.

Selain kebaikan hatinya, sifat sabar juga menjadi penghias kemuliaan akhlaknya. Suatu masa, Urwah mendapatkan musibah ketika salah satu anaknya meninggal setelah mendapatkan serangan dari kedelai di kandangnya. Namun, yang terjadi adalah Urwah tidak sedikitpun menampakan kesedihan atau keluhan.

(Baca Juga : Kisah Debat Cerdas Abu Hanifah)

Tidak hanya atas kematian sang anak, kesabarannya juga ditampakan ketika beliau terserang penyakit kanker di kakinya dan mengharuskan kakinya diamputasi. Tanpa mengeluh atau mengerang, Urwah menghadapinya dengan penuh kesabaran dan keyakinan atas takdir Allah. Sungguh Urwah adalah sebaik-baiknya sosok yang harus kita jadikan panutan.