Muslimahdaily - Alkisah di era sebelum datangnya Islam, seorang pria membeli sebidang lahan, sebut saja namanya Abdullah. Namun saat menggali tanah di lahan tersebut, ia menemukan sebuah karung yang terpendam di dalamnya. Ternyata karung tersebut berisi penuh emas. Ia pun sangat terkejut.

Abdullah merupakan seorang saleh lagi jujur. Bukan menyembunyikannya, ia justru membawa karung berisi emas itu ke tempat si pemilik tanah. Ia bermaksud mengembalikannya pada pemilik lahan yang menjual padanya.

Begitu bertemu si pemilik tanah, Abdullah pun berkata, “Ambillah emasmu. Yang aku beli hanyalah sebidang lahan darimu, bukan emas.”

Ternyata si pemilik tanah juga seorang yang saleh lagi zuhud. Ia berkata pada Abdullah, “Saya telah menjual lahan padamu, berikut isinya.”

Tak ada pihak yang bersedia mengambil sekarung emas itu. Tak ada yang mau mengakui kepemilikan harta yang nilainya sangat besar itu. Jika orang pada umumnya bersengketa karena berebut harta, mereka justru bersengketa karena saling memberikan harta. Jika orang pada umumnya akan saling mengakui harta tersebut, mereka justru enggan memilikinya. Keduanya takut kepada Allah seandainya memakan harta yang diharamkan-Nya.

Tak ada jalan keluar, tak ada yang bersedia menyimpan sekarung emas temuan tersebut. Abdullah bersikeras emas itu adalah milik si pemilik tanah karena ia membeli lahan saja dan tak tahu ada harta yang tersimpan di dalamnya. Ia enggan memakan harta yang mana masih meragukan hukumnya. Pasalnya, sekarung emas itu tak ada dalam akad jual beli yang ia lakukan dengan pemilik tanah.

Pun si pemilik tanah, ia merasa telah menjual lahan tersebut dan menganggap semua yang ada di sana, termasuk harta di dalamnya, adalah milik si pembeli. Ia takut menikmati harta yang seharusnya telah jadi milik si pembeli. Ia telah menjualnya dan merasa harta itu adalah hak si pembeli. Demikian perdebatan terjadi karena masing-masing dari keduanya takut memakan harta yang bukan haknya.

Karena tak juga ditemukan solusi, keduanya pun kemudian menemui seorang yang dianggap adil dan bijak untuk menjadi Qadhi (hakim). Sang qadhi kemudian diminta memberikan jalan keluar kepemilikan sekarung emas. Begitu tahu seluk beluk permasalahannya, Qadhi pun bertanya pada Abdullah dan si pemilik tanah, “Apakah kalian berdua memiliki anak?”

Seorang dari mereka menjawab, “Saya memiliki seorang putra.”

Seorang yang lain juga menjawab, “Saya memiliki seorang putri.”

Sang Qadhi pun menemukan solusi. Ia berkata, “Nikahkanlah mereka berdua, lalu berilah mereka harta ini, dan bersedekahlah kalian.”

Baik Abdullah dan si pemilik tanah pun merasa lega. Tak ada yang diuntungkan dan tak ada yang dirugikan. Sekarung emas tersebut akan dinikmati putra-putri keduanya.

Kisah tersebut merupakan kisah nyata, dan pernah dikabarkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah dan diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim. Kisah yang dikabarkan Rasulullah kurang lebih seperti disebutkan di atas.

Sungguh sebuah kisah yang menakjubkan dan mengandung hikmah mulia. Betapa sikap jujur dan wara’ sangat langka ditemui saat ini, bahkan dalam diri muslimin. Semestinya setiap muslim dapat berperilaku jujur dan wara’, berhati-hati pada harta yang masih diragukan kehalalannya atau syubhat. Bukan justru saling berebut dan mencarinya dengan cara apapun, termasuk yang diharamkan Allah.

Dari An Nu’man bin Basyir, Rasulullah bersabda, “Siapa yang terjatuh ke dalam syubhat (perkara yang samar halal dan haramnya), berarti ia jatuh ke dalam perkara haram.”

Solusi dari sikap wara’ dua orang saleh dari kisah tersebut pun sangat indah, yakni sebuah pernikahan. Keduanya pun kemudian menikahkan putra dan putri mereka. Sebuah pernikahan yang lahir dari kesalehan dua orang ayah.

Sebuah pernikahan dua insan yang saleh dan salehah pun dihelat. Mereka kemudian membangun rumah tangga dengan harta sekarung emas tersebut. Alhasil, semua pihak merasa bahagia, bahkan mendapat kebahagiaan berlipat karena pernikahan putra-putri keduanya, baik Abdullah si pembeli tanah maupun si penjual tanah. Keduanya bahkan menjadi kerabat dekat karenanya. Rumah tangga putra dan putri keduanya pun dibangun dari sebuah keberkahan.