Muslimahdaily - Ditengah maraknya Islamofobia dan kesalahpahaman terhadap ajaran agama Islam, Ustad Shamsi Ali mendirikan pondok pesantren pertama di ‘Negeri Paman Sam’. Imam Besar Islamic Center of New York tersebut mendirikan Pondok Pesantren Nur Inka Nusantara Madani yang berada di kota Moodus, Amerika Serikat.

Awal didirikannya pondok pesantren ini ialah melalui Yayasan Nusantara Foundation yang sudah didirikannya sejak 2014 lalu. Imam asal Tanah Toa, Sulawesi ini mengaku, tujuan awal dibangunnya yayasan tersebut guna memperkenalkan Islam yang memiliki pemahaman berbeda di dunia barat.

“Sebenernya Islam itu satu cuma pemahamannya kan bisa berbeda-beda, bahkan praktek sosialnya berbeda. Kalau kita berbicara tentang Islam di Indonesia maka kita punya karakter sosial yang dikenal ramah, terbuka, mudah bergaul, easy going kira-kira begitu. Nah sementara Islam di dunia barat itu kan sebenernya kaku gitu, yang kaku yang konflik, yang cepat marah, emosi gitu maka kami mendirikan yayasan ini untuk menampilakan wajah Isam yang alternative kira-kira,” ujarnya seperti yang dikutip dari Kanal Youtube Official iNews, Kamis (31/10).

Melihat hal tersebut, ia pun memutuskan untuk mengubahnya menjadi sebuah pondok pesantren. Di mana pondok pesantren tersebut akan dijadikan sebagai pusat pengembangan Islam atau dalam bahasa arabnya Rahmatan lil ‘alamin.

“Kenapa pondok pesantren? Ya sekaligus mengandung unsur-unsur Indonesia, Indonesia ini kan sebuah negara dengan bangsa yang hebat ya segala potensi untuk bisa kia menampilkan islam yang berbeda dari persepsi yang ada, Islam itu enggak keras Islam itu gak menghormati gak menghormati wanita kan semula semula nya ada di kita ini stigma-stigma yang berbeda itu nah ini yang ingin kita tampilkan sebagai wadah untuk menyampaikan islam itu,” ucapnya.

Sempat Dilanda Kekhawatiran

Membangun sebuah pondok pesantren ditengah masyarakat mayoritas non-muslim, bukanlah hal yang mudah. Ustad Shamsi Ali sempat dilanda kekhawatiran saat hendak membangun pondok pesantren tersebut.

Kekhawatiran pertamanya ialah, mengenai izin pembangunan. Amerika Serikat sendiri dikenal sebagai negara yang ketat, bahkan menurutnya akan ada inspeksi dari pihak terkait saat hendak membangun sesuatu. Namun, hal tersebut berhasil ia lewati setelah mendapat dukungan dari pemerintah setempat yang justru terus menanyakan kapan akan dimulai beroperasinya pesantren tersebut.

“Pendidikan di Amerika itu tidak bersifat federal, jadi bukan Donald trump yangg atur, pemerintah setempat yang atur. Bahkan pemerintah setempat berkali-kali menelpon kami kapan mulainya. Artinya apa? Ada keinginan untuk membantu,” akunya.

Selain itu, awalnya ia pun sempat khawatir akan reaksi warga sekitar terhadap pondok pesantren yang kini tengah didirikannya. Menurut pengalamannya, banyak di anatara mereka yang masih ragu dengan keberadaan warga muslim di sana. Namun, hal itu berhasil ditampisnya, dengan menjadikan peluang dalam mensyiarkan agama Islam.

“Dalam satu tahun ini, kita mengadakan misalnya kemarin buka puasa bersama, non muslim kita undang untuk buka puasa. Dan ternyata luar biasa sambutannya, mereka antusias sekali. Waktu pertama kali datang mereka ragu, terus mereka bertanya ‘apakah kami bisa diterima’ karena asumsinya orang Islam tidak bisa bergaul, nah begitu kita terima dengan memberikan senyuman, keramahan, kita siapkan makanan mereka mengatakan, ‘you a different’ kita tanya ‘lainnnya apa?’ Katanya, kemarin yang saya tau orang Islam itu enggak seperti ini. nah, jadi kalo kita khawatir apakah kita bisa diterima atau tidak kembali kepada kita bagaimana melakukan pendekatan persuasive kepada masyarakat itu yang kami lakukan,” ceritanya.

Adakan Akeselerasi Program

Sejauh ini, pesantren yang tengan didirikannya tersebut masih dalam tahap renovasi di sebagian lokasi. Meskipun belum sepenuhnya menjadi pesantren yang mana di Indonesia dikenal sebagai boarding atau menginapnya para santri, kini sudah dijalankan Akselerasi Program.

Program tersebut dijalankan melalui kerja sama dengan sekolah akselari yang ada di Indonesia. Salah satu Akselerasi Program yang sudah dijalankan ialah, Leadership Programm.

“Musim panas kemarin ada anak-anak dateng menghapal Alquran kemudian ada juga pelatihan-pelatihan leadership program namanya. Sekolah akselarasi dengan Indonesia yang mendatangkan murid-muridnya ke sana kemudian kita latih mereka dalam kepemimpinan, bagaimana berinteraksi denga non-muslim, bagaimana dialag dengan non-muslim, kan ini penting sekali supaya generasi muda kita untuk kedepannya bisa paham bahwa dunia kita yang sekarang kan berbeda,” tambahnya