Muslimahdaily - Hubungan antara orang tua dan anak adalah sebuah dinamika yang terus berevolusi, menuntut adaptasi dan pemahaman mendalam dari kedua belah pihak. Dalam podcast Close the door, Deddy Corbuzier bersama putranya, Azka Corbuzier, dan psikolog klinis terkemuka, Dr. Shefali Tsabary, mengupas tuntas tantangan pengasuhan modern dengan konsep conscious parenting sebagai benang merahnya.
Melampaui Kehadiran Fisik: Fondasi Kepercayaan
Bagi banyak orang tua, kehadiran fisik sering dianggap cukup. Namun, Deddy Corbuzier dan Dr. Shefali sepakat bahwa itu hanyalah lapisan permukaan. Kehadiran emosional yang tulus adalah kunci untuk membangun fondasi kepercayaan yang kokoh dengan anak.
"Kehadiran sejati melampaui sekadar berada di ruangan yang sama," ujar Dr. Shefali. Fondasi inilah yang memungkinkan anak merasa aman untuk menjadi dirinya sendiri, bahkan ketika mereka membuat kesalahan atau mengambil keputusan yang berbeda dari harapan orang tua.
Azka Corbuzier memberikan perspektif dari sisi anak. Ia menyoroti betapa menantangnya untuk melihat orang tua sebagai manusia biasa yang memiliki kekurangan. Melepaskan citra orang tua sebagai sosok yang sempurna adalah langkah krusial bagi seorang anak untuk menemukan kemandiriannya.
"Menyadari dan menerima ketidaksempurnaan orang tua adalah langkah penting menuju kemandirian seorang anak," tambah Dr. Shefali, memvalidasi pandangan Azka.
Dari Kontrol Menuju Koneksi: Saat Orang Tua Menjadi Teman
Salah satu momen paling menarik dalam diskusi adalah ketika Deddy menceritakan pengalamannya beradaptasi seiring bertambahnya usia Azka. Ia sadar perlunya transisi peran dari "orang tua" yang cenderung mengontrol menjadi "teman" yang bisa diajak berdiskusi secara terbuka.
Kisah tentang tato Azka menjadi contoh nyata. Meskipun Azka tidak sepenuhnya mengikuti saran sang ayah, kejujurannya untuk meminta izin terlebih dahulu menunjukkan tingkat kepercayaan dan kenyamanan yang tinggi dalam hubungan mereka. Deddy menghargai kejujuran itu lebih dari kepatuhan buta.
Deddy juga tak segan berbagi momen saat ia harus meminta maaf kepada Azka karena melarang sesuatu yang sangat diinginkan putranya. Baginya, mengakui kesalahan sebagai orang tua bukanlah tanda kelemahan, melainkan sebuah kekuatan yang justru mempererat ikatan.
Dr. Shefali memperingatkan bahaya terlalu sering menggunakan "kartu orang tua" atau menerapkan aturan kaku. "Itu dapat merusak kepercayaan dan kemampuan anak untuk membuat keputusan sendiri," jelasnya. Sebaliknya, ia menyarankan untuk menumbuhkan kesadaran diri pada anak agar mereka dapat secara otentik memilih jalan yang benar.
Stop Kekerasan Fisik dan Stigma 'Generasi Rapuh'
Diskusi ini juga menyoroti isu disiplin fisik. Dr. Shefali dengan tegas menentang segala bentuk hukuman fisik, menyatakan bahwa tindakan tersebut lebih mencerminkan kurangnya regulasi emosi pada orang tua dan berpotensi menyebabkan trauma pada anak.
Lalu, bagaimana dengan anggapan bahwa generasi Milenial dan Gen Z lebih "rapuh" karena tidak dididik dengan keras? Para pembicara sepakat bahwa ini adalah sebuah salah kaprah. Kerapuhan yang dirasakan bukanlah akibat dari kurangnya hukuman fisik, melainkan dampak dari kenyamanan dan gratifikasi instan yang difasilitasi oleh teknologi dan masyarakat modern.
Menurut Dr. Shefali, solusi dari tantangan ini bukanlah dengan kembali ke cara-cara lama yang penuh kekerasan, melainkan dengan menciptakan "cara hidup" atau kesepakatan bersama dalam keluarga yang menumbuhkan koneksi, bukan sekadar aturan yang membatasi.
Sebuah Perjalanan Bersama
Percakapan antara Deddy, Azka, dan Dr. Shefali menegaskan bahwa Conscious parenting bukanlah serangkaian aturan, melainkan sebuah perjalanan untuk bertumbuh bersama. Ini adalah tentang mengganti kontrol dengan kepercayaan, perintah dengan dialog, dan ekspektasi kaku dengan cinta tanpa syarat. Dengan demikian, hubungan orang tua dan anak dapat menjadi sebuah ikatan yang autentik, kuat, dan langgeng.