Muslimahdaily - Bagi sebagian orang, mengurus pernikahan adalah hal yang melelahkan, karena akan menguras banyak tenaga, pikiran dan uang tentunya. Terlebih bagi pasangan yang memilih untuk mengurus kebutuhan pestanya sendiri tanpa bantuan wedding organizer.
Kelelahan itu tentunya akan menghasilkan stress pada sang calon pengantin, membuatnya seolah berubah menjadi monster atau bridezilla.
Mengenal bridezilla
Menurut Juliana Breines Ph.D, seorang psikolog sosial dan keseharan dari Psychology Today, Istilah Bridezilla pertama kali digunakan pada pertengahan tahun 1990 bagi para calon pengantin yang berubah menjadi manusia yang menyeramkan dan sensitif ketika sedang merencanakan pernikahannya, membuat ulah ketika dia tidak mendapatkan jalan keluar dan membuat tuntutan konyol pada teman dan keluarganya.
Bridezilla sangat identik dengan pengantin wanita yang ingin mengatur semua pernikahannya sendiri. Adakalanya mereka akan menemukan tekanan yang berlawanan. Bercita-cita untuk mengurus semuanya sendiri namun terhalang dengan peran pengantin tradisional yang memiliki kesan tunduk, duduk manis dan tidak terlalu cocok untuk menjadi perencana pernikahan.
Memilih untuk mengurus pernikahan sendiri memang butuh ketegasan, keterampilan negosiasi dan kemampuan untuk membuat keputusan yang tidak selalu menyenangkan semua orang. Calon pengantin wanita mungkin akan merasa kebingungan pada situasi seperti ini, antara ingin tampil sebagai orang yang menyenangkan namun disisi lain ingin membela diri mereka sendiri dalam masalah-masalah penting, seperti masalah anggaran.
Hal-hal pemicu bridezilla
Nyatanya memang sulit untuk menghindarkan diri dari label bridezilla karena memang merencanakan pernikahan bisa sangat menegangkan dan membuat stress. Salah satunya adalah masalah biaya, banyak pasangan akhirnya melampaui anggaran kemudian berhutang hanya untuk menggapai pernikahan impian.
Selain stres karena pengeluaran, keluarga juga bisa menjadi salah penyebab tekanan. Keluarga calon pengantin mungkin memiliki visi yang sangat berbeda untuk pernikahanmu, semua yang mereka inginkan sesuai dengan preferensi pribadi, nilai-nilai atau kepercayaan agama.
Tentunya akan ada perselisihan ketika membahas hal tersebut, karena mungkin sang calon pengantin tidak akan menyetujui semua keinginan orangtua atau keluarga untuk pernikahannya. Namun pada dasarnya momen ini adalah tantangan sekaligus media belajar bagi calon pengantin untuk berkompromi dengan orangtua, jika berhasil maka kedepannya akan terjalin hubungan yang baik
Selain masalah keuangan dan keluarga, yang paling mungkin memicu adalah tekanan dari dalam diri untuk menjadi pengantin yang terlihat cantik dan sempurna di hari pernikahan.
Tuntunan ini akan mendorong calon pengantin untuk melakukan diet ketat sebelum pernikahan, menghabiskan banyak biaya untuk perawatan dan make up atau mungkin tak ingin keluar rumah demi kulit yang mulus.
Untuk menghindari hal tersebut, Kjerstin Gruys, Ph.D. seorang mahasiswa sosiologi, memutuskan untuk tidak menggunakan cermin sepanjang tahun sebelum hari pernikahannya karena dia menganggap bahwa tekanan untuk terlihat sempurna begitu kuat dan sangat destruktif jika terus bercermin
Wanita ini menjelaskan bagaimana usaha untuk menghindari cermin berhasil membantunya mengalihkan fokus dari penampilan ke hal-hal yang lebih penting, seperti pekerjaan dan hubungannya. Tak berkac juga membantu Kjerstin untuk lebih bahagia di hari pernikahan.
Perlu diingat, perubahan fokus ini tidak berarti kamu abai dengan penampilanmu ya! Karena pada dasarnya perawatan juga penting, asal jangan berlebihan dan berekspektasi terlalu tinggi.
Tips mengurangi stress saat mengurus pernikahan
Pertama dan terutama, memberi kelonggaran pada dirimu sendiri untuk menjadi tidak sempurna. Jujur dan cari tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan untuk pernikahanmu.
Saat lelah pasti kamu butuh untuk istirahat, maka lakukanlah. Namun bukan berarti saat ini kamu bebas untuk memerintah semua orang di sekitar dan menolak berkompromi untuk apapun.
Jangan lupakan pasanganmu, karena bagaimanapun pernikahan ini bukan hanya tentang mewujudkan cita-citamu. Libatkan calon suami untuk mengurus pernikahan, karena dengan adanya dia maka kamu akan bisa berbagi beban dan mendiskusikan permasalahan bersama.
Terakhir, jika sekiranya merencankan pernikahan seolah telah mengambil alih kehidupanmu maka segeralah merubah perspektifmu. Bahwa pesta pernikahan bukanlah segalanya, karena di akhir yang terpenting adalah bagaimana kamu dan pasangan menjalani kehidupan pernikahan dengan baik. Begitu juga hubungan dengan keluarga dan teman setelah menikah.