Muslimahdaily - Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2020 tahun ini kembali hadir dengan tema dan rangkaian acara yang besar. Salah satu rangkaian acara yang paling ditunggu adalah Modest Fashion ISEF 2020 yang selalu dimeriahkan oleh para desainer lokal. Untuk memasarkan fesyen muslim Indonesia ke skala global, Bank Indonesia juga bekerjasama dengan Indonesian Fashion Chamber (IFC) dan Indonesia Halal Lifestyle Centre (IHLC).

Di tengah pandemi saat ini, ISEF yang sudah memasuki tahun ke-7, mengubah konsep rangkaian Modest Fashion menjadi virtual fashion show. Dengan mengusung tema “Sustainable Fashion, Sustainable Lifestyle” Modest Fashion ISEF diselenggarakan mulai dari tanggal 28 Oktober – 31 Oktober.

Modest Fashion ISEF 2020 tahun ini menampilkan koleksi dari 164 perancang mode dan brand aksesori Indonesia. Virtual fashion show ini akan dibagi menjadi 3 sesi per harinya. Dalam Opening Ceremony, Modest Fashion ISEF 2020 menampilkan berbagai koleksi desainer lokal yang mewakili 10 daerah berbeda yang bekerjasama dengan Bank Indonesia.

Perwakilan Jambi oleh Itang Yunasz

Desainer Itang mengusung kombinasi etnik dan gaya bohemian serta motif dari batik Jambi sebagai rancangan utamanya. Dengan total 6 koleksi yang akan ditampilkan, rancangan kali ini akan didominasi oleh warna-warna tradisional Indonesia yaitu merah bata dan hitam. Koleksi kali ini juga ditambah dengan aksesori berbahan sama yaitu Bags rancangan Wulan Gandanegara dan sepatu platform rancangan Nefrin Fadlan.

Perwakilan Jawa Barat oleh Vivi Zubedi

Mengangkat tema dan konsep utama Archipelago “The Art of Layering Sundanese Batik”, desainer Vivi Zubedi mengaku rancangan kali ini menjadi tantangan terbaru karena keluar dari konsep yang biasa Vivi desain. Menggunakan batik asal Jawa Barat yang memiliki potensi global, Vivi mendapatkan banyak inspirasi untuk rancangan kali ini. Menggunakan material Batik, Satin Silk, Dobby Jacquard, dan Knit, rancangan Vivi satu ini akan menampilkan dominating edgy style.

Perwakilan Sulawesi Selatan oleh Deden Siswanto

Desainer Deden Siswanto berani untuk merancang sesuatu yang di luar dari jalurnya. Koleksi yang diberi judul “Seeing The Light” akan menggunakan soft color seperti merah muda, biru muda, dan navy. Kain lagosi yang ia gunakan sebagai bahan utama diambil langsung dari daerah Sulawesi Selatan. Untuk desainnya terinspirasi dari pakaian-pakaian outdoor, maka dari itu akan nyaman digunakan oleh muslimah terlebih saat cuaca dingin.

Perwakilan Sibolga oleh Lisa Fitria

Desainer Lisa Fitria menggunakan kain ulos untuk rancangannya. Kain ulos yang khas dengan finishing-nya yang kaku serta warna yang cerah ceriah, akan ditransformasikan menjadi lebih halus dengan warna beragam sesuai cita rasa global.

Biasanya kain ulos hanya digunakan untuk acara adat khusus suku Batak, tetapi kali ini Lisa memadukannya dengan pakaian sehari-hari. Jadi look yang dihasilkan pun terlihat lebih urban, sporty, dan edgy. Desainnya juga akan dilengkapi dengan accessories yang berkolaborasi dengan PALA Nusantara by Ilham Pinastika kemudian tas bahan ulos oleh Naradani dan sepatu dari Tegep Boots.

Perwakilan Bali oleh Dibya

Mengusung tema utama “Nusa”, konsep utama rancangan desainer Dibya berfokus pada kembali ke alam, terlebih di tengah pandemi saat ini dimana kita jadi lebih mendekatkan diri lagi kepada lingkungan. Menggunakan Kain Tenun Endek Bali yang biasa dipakai oleh kaum bangsawan dan anggota kerajaan, Dibya merancangnya menjadi lebih ringan tanpa ornamen-ornamen emas yang biasa disisipkan dalam penggunaan Kain Tenun Endek.

Selain itu juga, Dibya juga mentransformasikan look yang bisa lebih sesuai untuk wanita modern dan perkotaan yang aktif. Ia juga menggunakan tenun tangan dan pewarna alam sebagai bentuk ide dari sustainable lifestyle.

Perwakilan Lampung oleh Neera Alatas

Neera Alatas mengangkat tema “Swarnadwipa” yang berarti Pulau Sumatera. Dengan menggunakan kain tapis yang biasa digunakan oleh masyarakat elit, pemimpin adat atau suku di Lampung, rancangan kali ini memiliki makna dan nilai yang tinggi.

Warna yang dipadukan adalah warna-warna bold seperti hitam, emas, biru, krem, dan hijau. Walau didominasi dengan warna bold, rancangan dari koleksi ini tetap sesuai dengan karakter khas brand Neera Alatas.

Perwakilan Sulawesi Tenggara oleh Irna Mutiara

Desainer Irna Mutiara menggunakan kain Wakatobi dan Masalili yang simpel, modern serta berbeda dari kain tenun lainnya. Kainnya ringan dengan motif sederhana akan membuat look yang lebih light dan modern dari desain kali ini.

Irna menggunakan kain Wakatobi dan Masalili karena kedua kain ini belum dikenal secara luas oleh masyarakat, sehingga ia ingin memperkenalkannya. Konsep utama dari rancangannya adalah mix and match dimana macam-macam helai busananya bisa dipadu-padankan dengan berbagai gaya dan outfit.

Perwakilan DKI Jakarta oleh  Wignyo

Menggunakan batik marunda yang memiliki tingkat kreatifitas luar biasa, desainer Wignyo mengangkat konsep Batavia Metamorfosa. Sebelumnya batik khas betawi lebih ditampilkan bersandingan dengan ondel-ondel atau monas, tetapi kali ini ia mensandingkannya dengan bunga bernama nyonya makan sirih yang merupakan bunga ciri khas betawi. Rancangannya satu ini didominasi dengan warna hitam dan putih.

Perwakilan Purwokerto oleh Alvy Oktrisni

Desainer Alvy mengusung judul utama “Zonja” yang berasal dari bahasa Albania yang berarti perempuan dan menggunakan bahan utama kain batik Papringan khas kabupaten Banyumas. Ia terinspirasi dari kehidupan kaum perempuan di pegunungan Albania Utara yang memperjuangkan keterbatasan mereka. Maka dari itu, rancangannya didominasi dengan warna dingin dan hangat yang dikombinasi dengan look bergaya edgy dan kekinian tetapi masih ada sentuhan feminim.