Muslimahdaily - Bagi seorang Muslim, penutup kepala bukan sekadar aksesoris, melainkan sebuah identitas dan simbol. Bagi pria, sorban ('imamah) adalah salah satu sunnah yang sarat akan makna wibawa dan kesopanan. Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wassalam, dalam berbagai kesempatan, tercatat mengenakan sorban dengan cara yang khas, yang menunjukkan karakter agung beliau.

Dari sekian banyak riwayat, ada satu momen ikonik di mana sorban beliau menjadi saksi sebuah peristiwa terbesar dalam sejarah Islam: Fathu Makkah.

Sorban Hitam di Hari Kemenangan

Setelah sebelumnya kita membahas helm besi yang beliau kenakan saat memasuki Mekkah, riwayat lain dari Jabir bin Abdullah RA memberikan potret yang berbeda namun saling melengkapi. Jabir meriwayatkan:

"Nabi Shalallahu alaihi wassalam memasuki kota Mekkah pada hari penaklukan Mekkah dengan mengenakan sorban berwarna hitam."

Ini adalah pemandangan yang sangat berwibawa. Di saat para raja memasuki kota yang ditaklukkan dengan mahkota emas penuh kesombongan, Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam memasukinya dengan ketawadhuan, mengenakan sorban hitam sebagai tanda keseriusan, wibawa, dan mungkin juga kesyukuran yang mendalam, kontras dengan pakaian ihram yang biasanya putih.

Ciri Khas: 'Adzabah yang Menjuntai

Bagaimana cara Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam memakai sorbannya? Para sahabat memperhatikan sebuah ciri khas, yaitu beliau seringkali membiarkan ujung kain sorbannya menjuntai di bagian belakang, di antara kedua pundaknya. Ujung kain yang menjuntai ini disebut 'adzabah.

Amr bin Huraits meriwayatkan, "Aku pernah melihat Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam di atas mimbar mengenakan sorban hitam, yang mana kedua ujungnya beliau julurkan di antara kedua pundaknya."

Riwayat lain dari Ibnu Umar juga menegaskan hal ini. Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam memakaikan sorban, beliau menjulurkan ujungnya di antara kedua pundak. Para ulama menjelaskan bahwa ini adalah pembeda antara cara berpakaian seorang Muslim dengan yang lainnya, sekaligus menambah kewibawaan dan keanggunan pemakainya.

Dari sehelai sorban, kita belajar tentang wibawa yang lahir dari ketawadhuan, bukan dari kemewahan. Sebuah pengingat bagi kita, baik pria maupun wanita, bahwa penutup kepala kita—baik itu sorban, peci, ataupun hijab—adalah mahkota kehormatan yang harus dijaga sebagai identitas kemuliaan.