Muslimahdaily - Peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Kota Mekkah) adalah puncak kemenangan dakwah Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Ini adalah momen di mana beliau kembali ke kampung halamannya bukan dengan dendam, melainkan dengan kekuatan, wibawa, dan pengampunan yang seluas-luasnya. Penampilan beliau saat memasuki kota suci ini sarat dengan simbolisme, salah satunya adalah helm besi (mighfar) yang beliau kenakan.
Kenapa seorang pemimpin yang membawa pesan damai justru mengenakan helm perang? Di sinilah letak keagungan strategi dan kepribadian Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam.
Simbol Kesiapan dan Wibawa
Anas bin Malik RA meriwayatkan dengan jelas bahwa pada hari penaklukan Mekkah, Nabi Shalallahu alaihi wassalam memasuki kota Mekkah dengan memakai helm besi. Helm ini bukanlah tanda bahwa beliau datang untuk berperang, melainkan sebuah pernyataan:
- Kesiapsiagaan: Meskipun datang dengan damai, sebagai seorang panglima yang bijaksana, beliau tetap waspada dan siap menghadapi segala kemungkinan. Ini mengajarkan kita untuk tidak pernah lengah.
- Wibawa Seorang Pemimpin: Penampilan beliau dengan perlengkapan perang menunjukkan wibawa dan kekuatan umat Islam di hadapan kaum Quraisy yang dulu menindas mereka. Kekuatan ini bukanlah untuk menakut-nakuti, melainkan untuk menunjukkan bahwa Islam telah bangkit menjadi kekuatan yang harus dihormati.
Ketegasan di Tengah Pengampunan
Meskipun hari itu adalah hari pengampunan massal, Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam tetap menunjukkan ketegasan hukum terhadap kejahatan yang luar biasa. Saat beliau berada di Mekkah, seseorang datang melapor: "Ibnu Khathal berlindung di kelambu (kiswah) Ka'bah."
Ibnu Khathal adalah seorang penjahat perang yang telah melakukan pengkhianatan dan pembunuhan keji. Bahkan kesucian Ka'bah pun tidak bisa melindunginya dari hukum. Mendengar laporan itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam dengan tegas bersabda:
"Bunuhlah dia!"
Perintah tegas ini, yang beliau ucapkan saat masih mengenakan helm perangnya, menunjukkan bahwa rahmat dan pengampunan dalam Islam tidak berarti meniadakan keadilan (qisas). Ada kejahatan-kejahatan tertentu yang tidak bisa ditoleransi demi menjaga ketertiban dan kehormatan.
Kisah helm besi saat Fathu Makkah adalah pelajaran sempurna tentang kepemimpinan. Seorang pemimpin harus memiliki wibawa dan kesiapsiagaan (helm besi), namun hatinya harus dipenuhi dengan rahmat dan pengampunan. Ia harus bisa membedakan kapan harus mengulurkan tangan maaf, dan kapan harus menegakkan pedang keadilan.