Muslimahdaily - Siapa yang tidak mengenal musik? Pasti hampir semua dari kita mengenal bahkan akrab dengan musik.

Dewasa ini, musik menjadi hal yang sering dibicarakan terutama di kalangan umat muslim. Banyak dari kita yang memperdebatkan apa sebenarnya hukum musik itu.

Apa itu musik?

Menurut Aristoteles seni musik merupakan sebuah tuangan serta tenaga penggambaran yang berawal dari sebuah gerakan rasa yang dalam satu deretan melodi (nada), yang memiliki irama.

Sedangkan dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah pada bab Ma’azif (alat-alat musik), musik adalah suara yang dihasilkan oleh instrumen-instrumen musik.

Musik dan syair dalam budaya Arab

Orang-orang Arab sejak zaman jahiliyyah amat lekat dengan musik karena ia akan mengiringi syair yang mereka buat. Syair perlu memiliki irama yang baik, apabila syair tidak memiliki irama, maka kualitas syair tersebut kurang baik.

Sebelum Islam datang, orang-orang Arab sibuk membuat syair hingga meninggalkan kewajibannya. Bahkan banyak pula dari mereka yang menulis bait dengan sambil mabuk-mabukan.

Karenanya, Allah menyindir para penyair dalam surah Asy-Syu’ara ayat 224,

وَالشُّعَرَاۤءُ يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوٗنَ

“Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.”

Meski begitu, Allah pun menyanjung orang yang membuat syair untuk kebaikan dalam surah yang sama pada ayat 227,

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَذَكَرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّانْتَصَرُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا ظُلِمُوْا ۗوَسَيَعْلَمُ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اَيَّ مُنْقَلَبٍ يَّنْقَلِبُوْنَ

“Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan berbuat kebajikan dan banyak mengingat Allah dan mendapat kemenangan setelah terzalimi (karena menjawab puisi-puisi orang-orang kafir). Dan orang-orang yang zalim kelak akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali.”

Dari kedua ayat di atas, dapat kita ketahui bahwa bersyair atau bernyanyi tidak selamanya menjadi hal yang tercela.

Adakah dalil tentang alat musik?

Diriwayatkan oleh Abu ‘Amir -Abu Malik- Al-Ash’ari bahwasanya ia mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

‏ "لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ، يَأْتِيهِمْ ـ يَعْنِي الْفَقِيرَ ـ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا‏.‏ فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ‏"‏

“Benar-benar akan ada suatu dari kaumku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan alat-alat musik. Dan benar-benar ada sekelompok orang yang tinggal di lereng gunung. Setiap sore, penggembala kembali pulang dengan membawa ternak mereka. Lalu ada orang fakir yang mendatangi mereka untuk meminta suatu kebutuhan, namun mereka berkata, “kembalilah pada kami esok hari.” Lalu Allah membinasakan mereka di malam hari, menimpakan gunung kepada mereka, dan mengubah bentuk sebagian yang lain menjadi kera-kera dan babi-babi hingga hari kiamat.” (Shahih Al-Bukhari 5590).

Pada hadis di atas tertera bahwa ada hal-hal yang semula diharamkan namun sebelum datangnya hari kiamat, hal-hal tersebut justru bagaikan kehalalan yakni perzinahan, sutra bagi pria, minuman keras dan al-ma’azif.

Ketiga hal pertama sudah jelas keharamannya meskipun ulama berbeda pendapat tentang kadar sutra yang dipakai oleh pria. Namun perihal al-‘maazif belumlah ada pernyataan Rasulullah tentang keharamannya.

Apa hukum yang berkaitan dengan musik?

Dari masalah ini, ulama akhirnya mengkaji secara mendalam apa sebenarnya al-ma’azif yang dimaksud dan ditemukanlah hasil bahwa al-ma’azif disini adalah alatullaghwi atau alat-alat yang melalaikan dan alat musik termasuk ke dalamnya.

Namun, ulama pun tak serta merta mengharamkannya. Karena memang dalam ushul fiqh, alat adalah sesuatu yang tidak dikenai hukum. Namun pekerjaan dengan alat itulah yang dapat dikenai hukum.

Memainkan alat musik atau mendengarkannya tidak bisa dipatenkan keharamannya karena pada masa Nabi pun, beliau tidak mencela para sahabat yang menabuh rebana bahkan beliau memerintahkan orang yang menikah untuk mengumumkan pernikahannya dengan rebana. Rebana pun termasuk alat musik bukan?

Dari pengumpulan beberapa riwayat inilah, ulama menemukan titik terang bahwa keharaman musik bukanlah terletak pada musiknya. Akan tetapi pada apapun yang berdampingan dengan musik dan efek yang timbul dari musik itu sendiri.

Karena pada masa itu, musik identik dengan perzinahan dan minuman keras. Dimana ada musik dibunyikan, kemungkinan ada zina disana. Seringkali pula, musik menjadikan seseorang lalai akan kewajibannya.