Muslimahdaily - Seringnya diundang untuk menghadiri acara pernikahan teman-temannya. muncullah sebuah pertanyaan dalam benak Talisa Dwiyani dan Mutia Hapsari perihal ‘akan dibawa kemana bunga-bunga sisa dari dekorasi di sebuah acara pernikahan?’. Hingga akhirnya mereka tau bahwa bunga-bunga tersebut langsung di buang.

Hingga saat menghadiri acara pernikahan salah seorang teman, mereka meminta izin untuk mengambil bunga bekas dekorasi itu untuk dirangkai kembali. Rangkaian bunga itu kemudian mereka jadikan dekorasi pada acara farewell party salah satu temannya. Tak disangka, ternyata dekorasi dari bunga sisa itu disukai oleh temannya.

Melihat adanya potensi dari bunga-bunga bekas dekorasi pernikahan serta melihat bahwa bunga-bunga itu dapat membawa kebahagiaan bagi orang-orang yang menerimanya, maka dari situlah lahir sebuah komunitas bernama Daur Bunga, pada 2016 silam.

Tidak alasan khusus Mutia dan Talisa menamakan komunitasnya dengan nama “Daur Bunga”. Mutia mengaku penggunaan nama itu lebih kepada kegiatan mereka mendaur ulang bunga, karena konsep awal mereka ada di bunga.

Ada dua konsep utama dari komunitas ini, yaitu lingkungan dan sosial. Adanya Daur Bunga, diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat awam tentang banyaknya benda-benda sekali pakai yang ada di kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah bunga yang menjadi penyumbang sampah terbesar dari acara pernikahan dan acara lainnya.

“Bukan semata-mata gimmick saja merangkai bunga, tapi ini adalah bentuk kontribusi kita terhadap lingkungan dengan meningkatkan awareness masyarakat umum terhadap benda-benda sekali pakai,” ucap Mutia Hapsari, founder Komunitas Daur Bunga, saat dihubungi melalui whatsapp, pada Jumat (13/12).

Sementara untuk sisi sosialnya, bunga-bunga yang telah mereka daur ulang kemudian didonasikan ke beberapa panti yang ada di Jakarta, baik itu panti sosial maupun panti werdha. Bunga-bunga itu menjadi media komunikasi antara anggota Daur Bunga dan penerimanya, dengan bunga mereka dapat membuka sebuah percakapan hingga bercerita tentang kisah hidup penerimanya.

“Kita awalnya enggak nyangka, kalau si bunga ini bisa jadi media buat kita untuk berkomunikasi dengan penerima-penerimanya,” ucap Mutia.

Melihat ekspresi bahagia di wajah para penerima ketika menerima donasi bunga, merupakan salah satu hal yang membahagiakan bagi Mutia dalam menjalankan komunitas ini. Ada salah satu hal kurang mengenakkan yang pernah mereka alami yakni pernah diusir-usir ketika sedang merangkai bunga, karena biasanya lokasi mereka merangkai bunga dekat dengan area donasi.

Petik dan rangkai menjadi kegiatan utama komunitas ini. Petik adalah kegiatan di mana mereka mengumpulkan bunga-bunga dari acara yang menggunakan bunga sebagai dekorasinya. Pengumpulan bunga ini dilakukan setelah acara selesai, dengan melibatkan sekitar 7-8 relawaan.

Sementara rangkai, adalah kegitan di mana mengolah bunga-bungan hasil donasi itu. proses pengolahan ini biasanya dilakukan oleh para relawan Daur Bunga itu sendiri, ataupun melibatkan penerima donasi rangkaian bunga itu, yakni para penghuni panti maupun masyarakat umum.

Komunitas Daur Bunga sering mengadakan kegiatan merangkai bunga di beberapa panti, yakni panti werdha, panti sosial, panti perlindungan anak dan perempuan, hingga mengajak masyarakat umum untuk merangkai bunga di RPTRA. Sejak tahun 2016 hingga saat ini, komunitas ini telah mengadakan lebih dari 40 kegiatan merangkai bunga.

Sebagai komunitas non-profit, Daur Bunga menggalak relawan melalui website indorelawan.org. Setelah tiga tahun berdiri, kurang lebuh 350 relawan pernah bergabung dalam kegiatan yang mereka adakan. Serta sekitar 20 relawan menjadi relawan aktif untuk komunitas ini.

Mutia berharap, dengan adanya komunitas ini, tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan menjadi lebih tinggi, serta membatasi penggunaan produk-prosuk sekali pakai. Ia juga berharap masyarakat semakin sadar akan dampak-dampak dari produk sekali pakai yang digunakan.

Cintia Maryanih

Add comment

Submit