×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12351

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 1113

Kisah Kegigihan Muhammad Al Fatih Membela Islam di Usia Muda

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Sultan ketujuh dalam sejarah Bani Utsmaniah ini merupakan salah seorang sultan yang paling terkenal. Nama Al Fatih yang dapat diartikan sebagai 'Penakluk' cocok disandang olehnya karena kegigihannya menaklukan Konstatinopel.

Dalam kepemimpinannya selama 30 tahun, ia telah menaklukan Binzantium, menyatukan kerajaan-kerajaan Anatolia, dan wilayah Eropa. Selain itu, ia berhasil mengadaptasi manajemen Kerajaan Binzantium yang telah matang ke dalam Kerajaan Utsmani.

Sultan Muhammad Al Fatih yang diangkat menjadi Khalifah Utsmaniyah membuat program untuk menaklukan Konstatinopel. Untuk mencapai hal itu, ia memulainya dengan melakukan kewajiban militer dan politik luar negeri yang strategis. Selain itu, ia memperbaharui perjanjian kesepakatan dengan negara-negara tetangga dan sekutu militernya dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh kerajaan Bizantium.

Saat usianya 21 tahun, ia mencapai cita-citanya untuk menaklukan Konstatinopel. Perjuangan untuk mencapai cita-cita tersebut bukan termasuk hal yang mudah sebab Binzantium memiliki pertahanan yang kuat. Mereka memagari laut mereka dengan rantai yang membentang di semenanjung Tanduk Emas. Pasukan tidak mungkin bisa masuk ke kota, kecuali dengan melintasi rantai tersebut.

Di bawah tekanan, Sultan Muhammad tak putus asa. Sultan yang memiliki kecerdasan tersebut menggunakan cara menarik kapalnya keluar Selat Bosporus, mengelilingi Galata, dan meluncurkan kembali ke Tanduk Emas. Namun, ide tersebut masih belum bisa menaklukan orang-orang Binzantium Romawi.

Sosoknya yang gigih dan gentar tak lantas menghentikan langkahnya membebaskan Ibu Kota Kekaisaran Romawi tersebut. Akhirnya Sultan Muhammad melakukan cara yang lebih cerdik lagi, ia menggandeng 70 kapalnya melintasi Galata ke muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Pagi harinya, Binzantium terkaget karena tidak mengira Sultan Muhammad dan pasukannya menyebrangkan kapal-kapalnya lewat jalur darat.

Perang besar pun terjadi dan Bizantium jatuh ke tangan pasukan Sultan Muhammad. Kemudian ia mengubah Gereja Hagia Sophia menjadi masjid. Konstatinopel pun ia jadikan sebagai ibu kota. Nama Konstatinopel akhirnya diubah menjadi Islambul yang berarti negeri Islam dan diubah kembali menjadi Istanbul. Binzantium yang terkenal akan benteng yang susah ditaklukan, akhirnya dapat dilewati oleh pasukan karena kecerdasan Sultan Muhammad.

Karakter kepemimpinannya yang sudah ditanamkan sejak kecil oleh sang ayah, Sultan Murad II, membuat Sultan Muhammad dikenal sebagai jenderal perang dan berhasil memperluas kekuasaan Utsmani melebihi sultan-sultan lainnya. Al Fatih kecil pun sudah diamanati untuk memimpin suatu daerah dengan bimbingan para ulama. Hal itu dilakukan agar Sultan Muhammad dapat menyadari bahwa ia memiliki tanggung jawab yang besar di kemudian hari.

Dilansir dari laman Kisahmuslim, sejak kecil Sultan Muhammad Al-Fatih telah meghafal 30 juz Al Qur’an, mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, matematika, falak, dan strategi perang. Pada usianya yang ke-21 tahun, selain ia berhasil menaklukan Konstatinopel, ia juga telah lancar berbicara bahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani.

Wafatnya Sultan Muhammad Al-Fatih

Sultan Muhammad Al-Fatih wafat saat ia berangkat dari Istanbul. Saat itu, ia sedang dalam kondisi yang kurang sehat. Di tengah perjalanan, sakit yang ia rasakan semakin berat. Pasukannya mendatangkan dokter untuk mengobatinya, namun dokter tidak bisa mengobatinya. Akhirnya Sultan Muhammad wafat di antara para pasukannya pada usia 52 tahun.

Ia mewasiatkan kepada putra dan penerus tahtanya, Sultan Bayazid II, agar senantiasa dekat dengan para ulama, berhati-hati jangan sampai terlena dengan harta dan pasukan yang banyak, dan bekerja untuk meneguhkan agama dan muliakanlah para pengikutnya.

Last modified on Rabu, 21 November 2018 05:29

Leave a Comment