×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12351

Kisah Ibnu Dinar dan Kejaran Ular Berkepala Sembilan

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily  - Dahulu, di wilayah Irak, hidup seorang pria kaya raya bernama Ibnu Dinar. Sehari-hari yang dilakukannya hanyalah pesta pora dan melakukan maksiat. Hingga suatu hari, putri tercintanya, Fathimah, meninggal dunia.

Namun kehilangan sang putri tak sedikit pun mengubah tabiatnya. Ia terus saja melakukan dosa dan senang hura-hura. Bahkan pasca kematian putrinya, Ibnu Dinar makin buruk akhlaknya. Hal yang diperintahkan Allah, ia langgar. Larangan agama justru dikerjakan.

Lalu pada suatu malam, Ibnu Dinar mengalami mimpi yang amat sangat mengerikan. Dalam mimpinya, ia berada dalam sebuah tempat asing di mana sekumpulan padat orang berkumpul. Ia berdesakan di tengah kumpulan tersebut dan merasakan panas yang tak terkira karena matahari berada satu jengkal saja di atas kepala.

Ibnu Dinar merasakan penderitaan yang teramat sangat. Namun ia tak bisa pergi dari sana. Sekian lama ia merasakan penderitaan tersebut. Lalu tiba-tiba, terdengar suara keras menggelegar, “Wahai manusia! Bersiaplah, sebentar lagi kalian dan menghadap Allah untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatan kalian.”

Satu per satu orang pun dipanggil. Ibnu Dinar merasa sangat takut hingga ia berusaha kabur dari sana. Namun begitu ia berlari untuk kabur, seekor ular besar mengejarnya. Ular itu begitu seram lagi mengerikan karena memiliki kepala sebanyak sembilan buah.

Ia lari sekuat tenaga dengan kejaran ular berkepala sembilan di belakangnya. Ibnu Dinar kemudian mendapati seorang kakek tua bersandar di sebuah pohon. Ia pun segera menghampiri kakek itu dan berkata, “Kakek, tolonglah aku! Aku dikejar ular berkepala sembilan!”


Kakek yang renta itu menjawab, “Aku tak bisa menolongmu karena aku sangat lemah. Pergilah dan cari bantuan ke tempat di sana.”

Ibnu Dinar pun segera berlari ke arah yang ditunjuk si kakek. Namun ternyata tempat itu berisi kobaran api yang menjilat-jilat. Api itu bergerak seakan hendak melahap membakar tubuhnya. Ibnu Dinar pun balik arah dan kembali ke tempat si kakek.

“Pergilah ke gunung itu, siapa tahu ada yang bisa menolongmu!” ujar si kakek. Segera, Ibnu Dinar pun berlari ke arah gunung. Di sana, ia melihat sekumpulan anak kecil sedang bermain ria.

Seorang anak kemudian melihat Ibnu Dinar dan berkata kepada temannya, “Fathimah, itu ayahmu. Tolonglah ayahmu.”

Seorang anak perempuan pun menoleh dan segera lari menuju Ibnu Dinar. Ialah Fathimah, putri Ibnu Dinar yang baru saja meninggal. Fathimah lalu memeluk erat ayahnya dan berkata, “Wahai ayah, apa kau tahu siapakah ular berkepala sembilan yang mengejarmu, api menyala yang hendak menyambarmu, dan kakek tua yang kau temui?”

(Baca Juga : Saja’ul ‘Aqra, Ular Mengerikan Teman Kubur Orang yang Melalaikan Shalat ...)

Ibnu Dinar menjawab, “Aku tak tahu, nak.”

Fathimah pun menjawab, “Ayah, ular berkepala sembilan adalah perbuatan dosa dan maksiat yang kau lakukan. Api yang panas itu adalah neraka jahanam yang menunggumu. Adapun si kakek tua adalah amal salehmu yang sangat sedikit hingga tak mampu menolongmu.”

Putri Ibnu Dinar pun melanjutkan, “Ayah, bukankah Allah telah berfirman, ‘Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.’ (QS Al Hadid: 16).”

Setelah mendengar putrinya membaca ayat tersebut, Ibnu Dinar pun terbangun dari mimpinya. Ia menangis dan menyesali perbuatannya. Setelah malam itu, ia pun berubah. Ditinggalnya segala perbuatan dosa dan maksiat, kemudian bertaubat dengan sebenar-benar taubat.

Ibnu Dinar berhijrah menuju ketaatan kepada-Nya. Ia giat beribadah dan mempelajari ilmu agama. Ibnu Dinar benar-benar menjadi sosok baru setelah mimpi mengerikan itu. Ia begitu takut dan khawatir seandainya peristiwa dalam mimpinya itu benar-benar terjadi saat hari akhir kelak.

Leave a Comment