Muslimahdaily - Penyerangan pasukan gajah Abrahah masih teringat kuat di benak warga Makkah. Pasukan yang besar nan mengerikan hampir saja meluluh lantakkan ikon kebanggan mereka, Ka'bah. Sebagai pengingat betapa menakjubkannya pasukan itu diazab, warga Makkah menamai tahun terjadinya momen itu dengan sebutan “tahun gajah”.
Rupanya kisah ajaib burung ababil pembawa api yang mengusir pasukan Abrahah hanyalah hal kecil jika dibanding rencana Allah tahun itu. Sebuah kisah baru dimulai setelahnya. Sebuah kisah yang membawa era baru, tak hanya bagi penduduk Makkah namun juga penduduk dunia. Sebuah kisah yang tak hanya melahirkan perlindungan terhadap baitullah, melainkan terhadap seluruh umat manusia. Yakni kisah kelahiran sang juru selamat.
Seorang wanita muda bernama Aminah binti Wahb tengah mengandung di tahun gajah penuh kenangan. Ia merupakan wanita shalihah yang meyakini agama Ibrahim. Kebahagiaan menunggu kelahiran anak pertamanya mulai terusik ketika kabar duka datang. Sebuah kabar yang membuat dunianya bergoncang, yakni kabar kematian sang suami, sang ayah dari janin yang dikandungnya, Abdullah bin Abdul Mutthalib.
Aminah melahirkan seorang bayi mungil menggemaskan tanpa suami tercinta di sampingnya. Sang bayi segera saja bersatus anak yatim ketika kali pertama melihat dunia. Bayi itu lahir di tengah keluarga Bani Hasyim, tak jauh dari Ka'bah, di hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah. Kelahirannya membawa kebahagian besar bagi suku Quraisy, telebih lagi bagi sang pemimpin Quraisy yang bukan lain merupakan kakek si bayi, Abdul Mutthalib. Ia kemudian memberikan sebuah nama yang sangat indah kepada cucunya, sebuah nama yang tak pernah dimiliki oleh orang lain; Muhammad.
Meski kehilangan ayah sejak masih di dalam kandungan, Muhammad memperoleh cinta kasih yang tak terkira dari sang kakek. Apalagi, Muhammad kecil telah memaancarkan aura tak terkira dan keberkahan luar biasa. Kemanapun ia pergi, di mana pun ia berada, Muhammad selalu membawa keberuntungan.
Dikisahkan bagaimana keajaiban berkah yang dibawa Muhammad kecil saat berada di rumah ibu susunya, Halimah binti Al Harits As Sa'diyyah. Sudah menjadi adat masyarakat Arab, seorang bayi yang baru lahir dicarikan ibu susu yang akan memenuhi kebutuhan ASInya. Aminah pun mempercayakan putra semata wayangnya kepada Halimah. Namun justru Halimah lah yang merasa beruntung dapat menjadi ibu susu nabi. Bagaimana tidak, kedatangan bayi Aminah telah membuat rumahnya diliputi keberkahan melimpah.
Suami Halimah, Al Harits bin Abdil Uzza selalu diberikan rizki yang melimpah. Setiap hari sejak Halimah membawa Muhammad ke rumahnya, ternak Al Harits selalu berlimpahan susu. Kedua suami istri pun merasa bahwa keberkahannya didatangkan Allah sejak Muhammad berada di rumah mereka. Hal itu membuat keduanya sangat menyayangi sang bayi spesial tersebut.
Allah kemudian ingin mengembalikan Muhammad ke dekapan ibunda, Aminah. Sebuah kejadian menakjubkan pun terjadi dan dikenal dengan peristiwa pembelahan dada. Saat itu Muhammad masih balita. Pembelahan itu dilakukan oleh dua orang malaikat dan diambillah segumpal darah hitam dari hati Muhammad. Lalu dicuci hatinya dan dituangkan padanya ketenangan. Sebuah tanda kenabian pula diberikan kepadanya. Selepas peristiwa itu, Muhammad kembali ke bawah pengasuhan dan pendidikan sang ibunda shalihah, Aminah.
Namun kebersamaan itu tak berlangsung lama. Menginjak usia Muhammad yang keenam, ibunda tercinta diserang penyakit parah saat melakukan perjalanan dari Madinah ke Makkah. Saat itu ia tengah dalam perjalanan pulang membawa Muhammad menemui keluarga almarhum ayahnya di Madinah. Namun Aminah menemui ajal di tengah perjalanan. Maka sejak itu, Muhammad tak hanya berstatus anak yatim namun juga piatu. Di usia yang sangat kecil, ia telah kehilangan kedua orang tuanya.
Sang kakek, Abdul Mutthalib kemudian mengambil hak pengasuhan atas Muhammad. Lagi-lagi, orang yang dicintai dan mencintai Muhammad harus pergi. Pun dengan sang kakek. Saat berusia 8 tahun, Muhammad kehilangan kakeknya terkasih untuk selamanya.
Pamannya, Abu Thalib bin Abdul Mutthalib lalu mengasuh Muhammad. Tak ada yang tak menyukai perangai Muhammad kecil. Abu Thalib pula sangat menyayangi kemenakannya bahkan melebihi anaknya sendiri. Ia pula merasa ada sesuatu yang spesial nampak dari Muhammad sejak masih kanak-kanak.
Abu Thalib mengasuh dan mendidik Muhammad hingga ia dewasa. Sang paman pula yang mengajarkan berniaga hingga Muhammad menjadi pedagang sukses. Sang paman menemani Muhammad hingga ia menikah dan membentuk keluarga sendiri bersama Khadijah binti Khuwailid.
Tak hanya itu, sang paman pula yang kelak menjadi pelindung Rasulullah dari makar Quraisy saat Muhammad resmi diutus menjadi seorang utusan Allah. Selama Abu Thalib yang merupakan pemimpin Quraisy masih hidup, tak ada satu pun kafirin Makkah yang berani mengusik Muhammad Rasulullah. Meski tak bersyahadat hingga penghujung usianya, Abu Thalib meyakini bahwa tanda spesial memang telah nampak dari kemenakannya sejak dahuku. Sedari kecil, Muhammad menjadi anak yang begitu spesial yang ternyata memang kelahirannya dipersiapkan sebagai penyampai agama Allah, Islam.
Sumber bacaan: Sirah Nabawiyyah (terjemah Ar Rahiqul Makhtum) karya Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury.