Muslimahdaily - Nabi Musa memiliki tongkat ajaib, Nabi Isa membangkitkan orang mati, lalu apa mukjizat Nabi Muhammad, demikian yang diragukan Kaum kafir Quraisy.
Bukanlah Allah enggan memberi mukjizat kepada utusan-Nya. Namun Rasulullah lah yang memilih pintu rahmat ketimbang penampakan mukjizat. Apalagi, cukuplah Al Qur'an yang luar biasa nan menakjubkan yang mustahil dirangkai kalimatnya oleh manusia, menjadi mukjizat yang paling agung.
Kisah pertanyaan akan mukjizat ini berawal ketika Rasulullah diminta hadir di dekat ka'bah. Di sana telah berkumpul para pembesar kaum kafir Quraisy. "Katakanlah kepada Muhammad bahwa para pemuka dari kaumnya telah berkumpul untuk mengajaknya bicara," ujar seorang pembesar kepada utusan penyampai berita.
Mendengarnya, Rasulullah bersegera dengan semangat yang menyala. Rasulullah begitu antusias karena mendapat kesempatan untuk menyampaikan ayat-ayat Allah kepada para musyrikin yang selalu menentang beliau. Rasulullah berpikir bahwa undangan tersebut mungkinlah sebuah tanda bahwa hati para musyrikin Quraisy mulai terbuka dan memilih berislam.
Namun begitu tiba, keinginan Rasulullah itu ternyata jauh panggang dari api. Bukannya hendak bersyahadat, para kafir Quraisy justru meminta mukjizat luar biasa dari sang nabi.
"Jadikanlah Bukit Shafa itu dari emas, atau terbangkanlah gunung-gunung, atau bentangkanlah negeri-negeri yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, atau bangkitkanlah orang-orang mati dari nenek moyang kami yang dapat bersaksi bahwa kau adalah seorang rasul," ucap seorang pembesar Quraisy.
Nabi Muhammad pun kemudian berdoa kepada Allah agar menampakkan mukjizat kepada mereka. Menjawab doa beliau, Allah mengutus malaikat Jibril untuk memberi pilihan kepada sang utusan Allah, "Apakah Allah memperlihatkan apa yang diinginkan mereka, namun jika mereka ingkar maka Allah akan menurunkan azab yang belum pernah diturunkan pada umat manapun. Ataukah Allah bukakan bagi mereka taubat dan rahmat?" demikian pilihan yang ditawarkan Jibril.
Rasulullah yang sangat penyayang pun kemudian memilih opsi kedua. "Pintu taubat dan rahmat lah yang aku pilih," ujar beliau shallallahu 'alaihi wasallam.
Selepas nabi memilih, Allah pun kemudian menurunkan wahyu sebagai jawaban atas tuntutan pembesar musyrikin tersebut. "Katakanlah, 'Maha suci Rabb-ku, bukanlah aku ini melainkan seorang manusia biasa yang menjadi rasul?'," (QS. Al Isra : 93).
Dengan hati lapang, Rasulullah hanya menjawab demikian. Nabiyullah tahu betul adanya sunnatullah. Sunatullah tersebut yakni suatu kaum apabila menuntut ditampakkan sebuah mukjizat, kemudian mereka tidak mengimaninya, maka pasti akan dibinasakanlah kaum tersebut.
Namun para kafir Quraisy di atas kebodohannya mengambil kesempatan dengan menyebar berita bahwa Rasulullah tak memiliki mukjizat. Karena tak dapat menunjukkan mukjizat, maka Rasulullah dituduh sebagai pendusta.
Semakin hari, tuduhan tersebut pun makin menjadi. Dengan sombong, mereka para musyrikin pun kembali menantang nabi dengan mukjizat apapun itu. "Bahkan Muhammad tak akan mampu memenuhi tuntutan yang ringan sekalipun, bagaimana mungkin kita beriman kepadanya," ujar seorang pembesar.
Maka Rasulullah kembali berdoa. Namun beliau berdoa supaya Allah memperlihatkan sebuah tanda saja. Maka Allah pun memperlihatkan bulan yang tiba-tiba terbelah. "Kalian saksikanlah," ujar Rasulullah.
Bulan itu terbelah menjadi dua. Satu belahan berada di atas gunung Qubais. Sebelah lain ada di bawah gunung tersebut. Kejadian terbelahnya bulan tersebut terjadi dalam tempo yang lama. Kafirin Quraisy pun tercengang. Namun bukannya beriman, mereka menuduh Rasulullah sebagai tukang sihir. "Ini adalah sihir keturunan Abu Kabayah. Sungguh kita telah disihir oleh Muhammad," ujar seorang mereka dan diiyakan yang lain.
Lalu salah seorang di antara mereka berkata, "Jika benar ia menyihir kalian, tentu ia tak mampu menyihir manusia seluruhnya. Maka tunggulah dan tanyakan pada orang-orang yang tengah pergi keluar daerah ini jika mereka telah kembali," ujarnya.
Kemudian ditunggulah para musafir pulang ke negeri Makkah. Saat mereka telah kembali, ditanyalah perihal bulan yang terbelah. "Benar, kami melihat bulan itu terbelah," ujar para musafir. Maka terbuktilah bahwa Nabi Muhammad bukanlah tukang sihir. Namun meski terbukti, orang-orang kafir Quraisy tetap saja di atas kekafiran mereka.