×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12351

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 1113

Kisah Pembunuh dan Baktinya Kepada Ibu

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Alkisah, terdapat seseorang yang hidup di masa shahabat Rasulullah. Ia seorang muslim yang beriman namun memiliki perangai buruk yang kelak akan menjadikannya berstatus seorang pembunuh. Kisahnya dimulai ketika ia jatuh cinta.

Ia tertarik pada seorang wanita yang ia kenal. Ia sangat mengharapkan wanita itu untuk menjadi istrinya. Dibuatlah persiapan untuk datang melamar si gadis. Namun ternyata lamarannya ditolak mentah-mentah. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Si gadis tak ingin menjadi istrinya.

Betapa sedih dan kecewanya ia. Keinginannya mempersunting gadis impian sirna sudah. Hari berlalu, perasaannya tak kunjung reda. Hingga perasaan itu berubah menjadi amarah ketika ia mendengar sebuah berita. Yakni gadis yang ia cinta akan segera menikah. Ya, si wanita idaman baru saja menerima lamaran seorang pria.

Amarah pria itu begitu bergelora. Tanpa pikir panjang, ia mencari kesempatan untuk bertemu wanita yang ia cinta. Saat kesempatan itu tiba, ia pun membunuhnya. Amarah memang reda setelah membunuh si gadis impian. Namun ia kemudian merasakan penyesalan yang teramat sangat. Apalagi ia tahu betul bahwa membunuh adalah dosa yang teramat sangat besar.

Ia pun dibayang-bayangi dosa membunuh yang menyiksa kesehariannya. Ia merasa amat sangat berdosa. Pria pembunuh itu ingin bertaubat. Namun apakah dosanya akan diampuni Allah? Ia kemudian memutuskan mengakui dosanya kepada shahabat Rasulullah yang sangat faqih lagi ahli tafsir, yaitu Ibnu ‘Abbas.

Begitu bertemu Ibnu Abbas, pria itu pun berkata, “Aku meminang seorang wanita, namun ia menolakku. Lalu ada pria lain yang meminangnya, dan wanita itu menginginkannya. Aku pun cemburu. Maka aku membunuhnya. Apakah aku masih punya kesempatan bertaubat?”

Mengejutkan, jawaban Ibnu ‘Abbas justru tak berkaitan dengan kasus si pria. Sang shahabat justru bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”

Sayangnya ibu si pembunuh telah meninggal dunia. Pria itu pun menjawab, “Tidak.”

Ibnu ‘Abbas pun kemudian berkata, “Jika demikian, maka bertaubatlah kepada Allah dan berbuat baiklah sebisamu.”

Pria itu pun pulang dan melakukan apa yang diajarkan Ibnu ‘Abbas. Namun ‘Atha bin Yasar merasa ganjil setelah mendengar percakapan Ibnu ‘Abbas dan pria si pembunuh. Ia merasa heran dengan jawaban Ibnu ‘Abbas. Membunuh adalah dosa yang sangat besar. Namun apa kaitannya dengan seorang ibu. Apa kaitan dosa membunuh dengan ibu si pembunuh.

Atha pun kemudian bertanya kepada Ibnu ‘Abbas, “Mengapa Anda bertanya tentang ibunya?”

Ibnu ‘Abbas pun menjawab, “Aku tidak mengetahui amalan yang lebih mendekatkan diri kepada Allah melebihi bakti kepada ibu.”

Masya Allah, seorang pelaku pembunuhan, pelaku dosa besar, dapat bertaubat dengan menyesali perbuatannya dan berbakti pada ibunda. Jelaslah bagaimana kedudukan berbakti kepada kedua orang tua. Ibnu ‘Abbas bahkan menyebut bakti kepada ibu sebagai amalan utama untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Ingatlah sebuah hadits masyhur tentang bakti kepada ibu. Seorang shahabat bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, siapa orang yang harus aku berbakti kepadanya?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Shahabat bertanya lagi, “Lalu siapa?” Beliau Shallallahu‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu.” Shahabat itu bertanya lagi, “Lalu siapa?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Shahabat bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasululullah menjawab, “Ayahmu.” (HR. Al Bukhari).

Ibu disebut tiga kali sebelum ayah karena ibulah yang menjalani kehidupan yang sangat berat sejak mengandung, kemudian melahirkan, lalu merawat anak bertahun-tahun hingga si anak dewasa. Kehidupan seorang ibu berubah total begitu ia mengandung janin. Pengorbanan yang dilakukan, kelelahan yang dirasakan, rasa sakit yang melanda, tak terhitung jumlahnya dan tak cukup dibalas dengan bakti kepadanya seumur hidup sekalipun.

Kisah pria pembunuh telah menunjukkan betapa berharganya sikap bakti kepada ibu. Maka sangat sayang disiakan begitu saja bagi siapa saja yang masih mendapati ibunya masih hidup, namun ia tak berbakti kepadanya. Peluklah ibu, dan katakan ‘Aku mencintaimu, ibu’.

Last modified on Senin, 01 Oktober 2018 06:02

Leave a Comment