Muslimahdaily - Di tengah gempuran berita dan potret perjuangan rakyat Palestina hari ini, ada satu sosok perempuan dari masa lalu yang semangatnya seolah tak pernah lekang oleh waktu. Wajahnya yang tegas dengan sorot mata tajam, seringkali berbalut keffiyeh, menjadi salah satu poster perlawanan paling ikonik di seluruh dunia. Dialah Leila Khaled, seorang pejuang wanita Palestina yang kisahnya merupakan perpaduan antara keberanian, dedikasi, dan kontroversi.
Bagi banyak orang, namanya adalah sinonim dari perlawanan Palestina. Namun, siapakah sebenarnya perempuan di balik citra legendaris ini? Mari kita selami kisahnya.
Titik Balik: Saat Tanah Air Direbut Paksa
Lahir di Haifa, Palestina, pada tahun 1944, Leila Khaled harus merasakan pahitnya pengusiran sejak kecil. Keluarganya terpaksa mengungsi selama Nakba atau "malapetaka" tahun 1948, yang membuat ratusan ribu rakyat Palestina kehilangan tanah air mereka. Namun, titik balik yang benar-benar membentuk jalan hidupnya adalah Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Kekalahan telak negara-negara Arab dan pendudukan lebih lanjut atas wilayah Palestina, termasuk Tepi Barat dan Gaza oleh Israel, memupuskan harapannya untuk kembali melalui jalur damai. Di momen inilah, Leila Khaled yang saat itu masih muda, memutuskan bahwa jalan perlawanan bersenjata adalah satu-satunya pilihan yang tersisa. Ia kemudian bergabung dengan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (FPLP), sebuah organisasi pergerakan kiri yang berjuang untuk kemerdekaan Palestina.
Aksi Nekat yang Mengguncang Dunia
Nama Leila Khaled melesat ke panggung internasional bukan melalui diplomasi, melainkan melalui dua aksi yang sangat berani dan berbahaya.
Pembajakan Pesawat El Al (1969): Pada 29 Agustus 1969, Khaled menjadi bagian dari tim yang membajak pesawat TWA penerbangan 840 tujuan Tel Aviv. Aksinya ini, meskipun pada akhirnya gagal sesuai rencana awal, berhasil menarik perhatian dunia secara masif. Fotonya yang memegang senapan AK-47 sambil mengenakan cincin dari granat menjadi viral di masanya, mengukuhkannya sebagai simbol perlawanan.
Upaya Pembajakan Kedua (1970): Tidak berhenti, setahun kemudian ia kembali beraksi dalam serangkaian pembajakan terkoordinasi. Ia mencoba mengambil alih pesawat El Al lainnya, namun upaya ini berhasil digagalkan. Khaled ditangkap dan sempat ditahan sebelum akhirnya dibebaskan melalui pertukaran tahanan.
Aksi-aksi ini, meski menuai kecaman dan dicap sebagai terorisme oleh banyak negara Barat, memiliki tujuan yang jelas di mata FPLP dan para pendukungnya: memaksa dunia untuk tidak lagi mengabaikan penderitaan dan tuntutan hak rakyat Palestina.
Dari Senjata ke Diplomasi: Wajah Perjuangan yang Terus Berevolusi
Meskipun identik dengan perlawanan bersenjata di awal kariernya, perjuangan Leila Khaled tidak berhenti di situ. Setelah periode penahanannya, ia terus aktif dalam kancah politik. Ia menjadi anggota Dewan Nasional Palestina (parlemen di pengasingan) dan berkeliling dunia untuk menyuarakan advokasi dan diplomasi.
Ia tak lagi mengangkat senjata, namun suaranya tetap lantang berbicara di berbagai forum internasional, menyerukan hak untuk kembali bagi para pengungsi Palestina dan kemerdekaan penuh bagi bangsanya. Baginya, perjuangan memiliki banyak wajah, dan ia beradaptasi dari satu medan ke medan lainnya.
Inspirasi dan Kontroversi yang Tak Terpisahkan
Hingga hari ini, sosok Leila Khaled tetap menjadi figur yang kompleks. Bagi rakyat Palestina dan banyak aktivis pro-kemerdekaan di seluruh dunia, ia adalah pahlawan, seorang Srikandi yang berani mengorbankan segalanya demi tanah air. Keberaniannya dianggap telah menginspirasi generasi baru, baik laki-laki maupun perempuan, untuk tidak pernah menyerah.
Namun di sisi lain, metode perjuangannya di masa lalu membuatnya menjadi figur kontroversial. Perdebatan mengenai efektivitas dan moralitas tindakan perlawanan bersenjata terus menyelimuti namanya.
Terlepas dari pro dan kontra, satu hal yang tidak dapat dimungkiri adalah dampak Leila Khaled. Ia berhasil "membajak" perhatian dunia dan mengarahkannya pada isu Palestina pada saat banyak pihak memilih untuk abai.
Kisahnya adalah pengingat kuat tentang peran perempuan dalam gerakan pembebasan dan betapa kompleksnya jalan menuju kemerdekaan. Semangatnya yang tak pernah padam terus menjadi simbol bahwa selama ketidakadilan ada, perlawanan akan selalu menemukan jalannya.