Muslimahdaily - Istilah princess syndrome muncul di media sosial akibat kasus kekerasan yang dilakukan Mario Dandy. Sebabnya, A (15) yang merupakan kekasih pelaku sekaligus mantan kekasih korban, disebut memiliki kecenderungan perilaku tersebut, dalam kaitannya dengan kasus tersebut.

Dr. Nancy Irwin, mengatakan princess syndrome adalah sikap yang ditanamkan oleh beberapa orang tua yang bermaksud baik pada putri mereka dengan gelar seperti “putri”,”dewi” dan diva atau bahkan kata “istimewa”.

Istilah-istilah seperti ini membuat anak berada dalam label tersebut, perasaan diri yang bergantung pada penampilan, pernyataan, narsisme, dan ekspetasi yang tidak realistis bahwa mereka pantas mendapatkan perlakuan “kerajaan”. Padahal, jauh lebih sehat untuk membuat anak mengerti bahwa tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk dari orang lain.

Meskipun disebut dengan kata 'sindrom', princess syndrome tidak tercantum di DSM V atau buku manual diagnostik untuk kondisi kesehatan mental. Singkatnya, princess syndrome bukanlah kondisi medis.

Penulis sekaligus psikolog klinis di California Southern University, Nancy Irwin menyebutkan bahwa princess syndrome adalah istilah untuk menggambarkan seseorang perempuan yang bersikap dan berperilaku selayaknya tuan putri, dewi, atau sosok penting lainnya.

Orang yang mengalami princess syndrome cenderung menggambarkan diri mereka sebagai sosok yang luar biasa dan penting untuk diperlakukan layaknya seorang putri.

Sesuai sebutannya, istilah princess syndrome diambil dari pandangan stereotip karakter putri di dalam novel dan dongeng. Para tuan putri pada kisah-kisah urban itu sering kali digambarkan cantik, baik hati, dan dicintai banyak orang.

Ciri-Ciri Seseorang Mengalami Princess Syndrome

Seseorang yang mengalami princess syndrome memiliki perilaku yang cenderung narsistik. Masih menurut Irwin, berikut beberapa tanda seseorang mengalami princess syndrome:

  • Sering menolak untuk mengerjakan sesuatu karena alasan yang tidak relevan, seperti menghindari mengangkat barang karena takut berkeringat.
  • Berorientasi pada penampilan dan membangun harga diri dengan berpenampilan cantik.
  • Terobsesi pada penampilan dan citra diri yang sempurna.
  • Sulit menghargai usaha dan penampilan orang lain.
  • Sering mengabaikan perasaan orang lain.
  • Secara kronis mengeluh, merengek, bimbang, dan merasa segala sesuatu tidak cukup baik untuk mereka.
  • Menolak orang lain yang mereka anggap tidak 'selevel' dengan mereka.
  • Selalu meminta seseorang melakukan sesuatu untuknya dan merasa bahwa itu sudah kewajiban orang lain untuk membantunya.
  • Kesulitan berkompromi dalam hubungan yang setara.
  • Merasa bersaing dengan wanita lain.
  • Terus menerus menunjukkan kebutuhan ingin barang, pujian, atau uang.
  • Memiliki ekspektasi yang tidak realistis tentang bagaimana dirinya dan bagaimana ia harus diperlakukan oleh orang lain.
  • Merasa diri sendiri sebagai pusat alam semesta.

Penyebab dan Cara Mencegah Princess Syndrome

Mengutip dari Psychology Today, ada banyak penyebab seseorang bisa terkena princess syndrome, mulai dari pola asuh hingga perlakuan istimewa yang ia peroleh dari lingkungan dalam waktu lama.

Masih menurut Psychology Today, ada beberapa tips bagi orang tua untuk mencegah princess syndrome, sebagai berikut:

  • Puji anak-anak atas kerja kerasnya, buka bakat apa lagi penampilannya.
  • Hindari memberinya panggilan kasih sayang seperti "putri" atau "ratu" (kecuali memang berdarah bangsawan), "dewi", "diva", "bintang", atau panggilan sejenis lainnya.
  • Sampaikan kepada anak-anak bahwa karakter stereotip putri hanya terjadi di dongeng dan kartun.
  • Dukung anak menemukan nilai mereka sendiri, bisa melalui bakat, hobi, hingga keterampilan.
  • Ajarkan anak mengenakan make-up atau berdandan sesuai usianya.
  • Tanamkan untuk menghormati orang dan wanita lain dari segala usia, warna kulit, ataupun tipe tubuh.
  • Contohkan citra diri yang positif di lingkungan rumah maupun sosial.