×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12351

Kisah Pengakuan Dosa Thaisalah

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Ialah Thaisalah bin Mayyas, seorang tabi’in yang belajar langsung dari shahabat Rasulullah. Keimanannya sangatlah kuat. Ia giat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Namun suatu hari, ia tinggal bersama seorang teman bernama An Najdaat. Saat itu, keimanan Thaisalah melemah hingga ia melakukan sebuah perbuatan dosa. Setelah melakukannya, Thaisalah merasa amat sangat bersalah. Ia merasa amat sangat menyesal.

Hari demi hari berlalu, Thaisalah dihantui perasaan bersalah yang luar biasa. Meski telah bertaubat kepada Allah, Thaisalah terus saja memikirkan betapa besar dosa yang telah ia lakukan. Ia menduga dosa yang dilakukannya merupakan dosa besar hingga ia terancam panasnya api neraka yang mengerikan.

Demikian waktu berlalu dengan perasaan berdosa yang tak bisa hilang hingga hidupnya tak pernah merasa tenang. Thaisalah terus saja memikirkan bahwa perbuatan yang ia lakukan dulu termasuk dalam kelompok dosa besar. Sebetulnya, dosa apa yang Thaisalah lakukan?

Karena terus saja merasa berdosa, Thaisalah memutuskan untuk pergi bertemu dengan Ibnu Umar. Kepada sang shahabat Rasulullah, Thaisalah ingin melakukan pengakuan dosa dan bertanya cara bertaubat dari dosa tersebut. “Saya melakukan perbuatan dosa yang saya anggap termasuk dosa besar,” kata Thaisalah pada putra Umar bin Khattab.

“Perbuatan apa yang telah kau lakukan?” tanya Ibnu Umar. Thaisalah pun menceritakan dosa yang telah ia lakukan. Namun betapa terkejutnya ia ketika Ibnu Umar menjawab bahwa dosa yang ia anggap berat itu ternyata bukanlah dosa besar. Justru hal-hal yang disepelekan ternyata masuk dalam dosa besar.

“Hal itu tidaklah termasuk dosa besar. Dosa besar itu ada sembilan, yaitu mempersekutukan Allah, membunuh orang, lari dari pertempuran, memfitnah seorang wanita mukminah (dengan tuduhan berzina), memakan riba, memakan harta anak yatim, berbuat maksiat di dalam masjid, menghina, dan (menyebabkan) orang tua menangis karena durhaka (kepada keduanya),” jelas Ibnu Umar.

Ibnu Umar pun kemudian balik bertanya pada Thaisalah, “Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk surga?”

“Tentu,” jawab Thaisalah mantap. Pertanyaan Ibnu Umar seakan mewakili perasaan Thaisalah yang selama ini dihantui ketakutan akan neraka akibat dosa yang ia lakukan.

Ibnu Umar pun bertanya lagi, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”

“Saya masih memiliki seorang ibu,” jawab Thaisalah.

“Demi Allah, sekiranya engkau berlemah lembut dalam bertutur kepadanya dan memasakkan makanan baginya, sungguh engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar,” terang Ibnu Umar.

Masya Allah, betapa besar balasan berbakti kepada kedua orang tua. Thaisalah menceritakan sendiri percakapannya dengan Ibnu Umar tersebut yang kemudian diriwayatkan Imam Al Bukhari dan tercantum dalam kitab Adabul Mufrad.

Jawaban Ibnu Umar kepada Thaisalah pun bukanlah atas pendapatnya pribadi. Ibnu Umar ternyata mengalami peristiwa yang mirip saat Rasulullah masih hidup. Beliau Radhiayallahu ‘anhu menceritakan, bahwa pernah seorang laki-laki datang kepada Rasulullah. Pria itu berkata,

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah menimpa kepadaku dosa yang besar. Apakah masih ada pintu taubat bagiku?”

Rasulullah lalu bersabda, “Apakah ibumu masih hidup?”

Pria itu menjawab, “Tidak, ia telah meninggal.”

Rasulullah pun bersabda kembali, “Apakah bibimu masih hidup?”

Pria itu menjawab, “Ya.”

Beliau Shallallahu‘alaihi wa sallam berkata, “Berbuat baiklah kepadanya.” (HR. Tirmidzi).

Ibnu Umar memberikan saran sebagaimana saran Rasulullah, yakni agar berbuat baik atau berbakti pada orang tua. Bahkan dalam kasus pria yang bertemu nabiyullah, ia sudah tak memiliki ibu. Namun pria itu pun tetap diperintahkan untuk berbakti pada bibinya.

Seorang yang berbuat dosa, meski dosa besar sekali pun, dapat diampuni dosanya dengan berbakti pada orang tua. Seorang yang ingin selamat dari neraka dan menjadi penghuni surga pun dapat tercapai keinginannya dengan menjadi anak yang berbakti. Hal ini menunjukkan betapa besarnya pahala berbuat baik pada ibu dan ayah, betapa tinggi amalan berbakti kepada keduanya.

Jadi, jangan sia-siakan kesempatan emas berbakti pada orang tua, apalagi jika keduanya masih hidup dan memerlukan anak-anak di usia senja.

Last modified on Kamis, 05 April 2018 20:10

Leave a Comment