Muslimah AS Raih Penghargaan dari Princeton University

Ilustrasi Ilustrasi ( Foto : Aboutislam.net )

Muslimahdaily - Seorang pelajar muslimah Amerika, Shaezmina Khan meraih penghargaan dari kampus bergengsi AS, Princeton University. Ia mendapat penghargaan tersebut karena keaktifannya dalam menyadarkan orang sekitar tentang Islamofobia.

Khan membuat sebuah kegiatan yang sangat inspiratif di sekolahnya dengan tajuk “Islam Awareness Week” atau pekan kesadaran tentang Islam. Pelajar SMA tersebut menayangkan sebuah video tentang kehidupan muslim di Amerika kepada teman-temannya. Setelah itu, ia pun menggelar diskusi tentang isu tersebut.

Tak hanya itu, Khan juga mengundang seorang intelektual muslim asal University of Pennsylvania untuk mengisi ceramah di sekolahnya mengenai kesalahpahaman tentang Islam. Lalu kepada teman-teman wanita di sekolahnya, Khan mengenalkan tentang jilbab dan menawarkan mereka untuk mencobanya.

Khan berani mengenakan hijab meski ia belajar di sekolah umum, yakni Lawrenceville School di New Jersey. Di sekolahnya itu pula, Khan menjadi ketua Asosiasi Pelajar Muslim dan menghelat acara keislaman untuk pertama kalinya. Tak heran jika kemudian ia mendapat penghargaan dari Princeton berkat kerja kerasnya menyadarkan teman-temannya tentang kesalahpahaman mengenai Islam.

“Saya terkejut ketika mengetahui bahwa saya memenangkan sertifikat prestasi, satu dari enam orang yang mendapat penghargaan di Princeton University,” ujarnya kepada Central Jersey, dilansir aboutislam.net, Ahad (6/5/2018).

Sebelumnya, Khan memang mengikuti sebuah kompetisi yang diadakan Princeton University. Kompetisi tersebut mencari siswa yang aktif dalam menutup kesenjangan sosial antara kelompok etnis. Khan yang memang giat menyuarakan Islam di sekolahnya itu pun tertarik mendaftar. Gadis asal Penington, New Jersey tersebut memberanikan diri mengikuti kompetisi tersebut.

Khan menuturkan bahwa umat Islam sejatinya berasal dari beragam etnis. Itulah yang ingin ia sampaikan mengenai kesenjangan sosial yang dirasakan muslimin AS. “Tak ada seorang pun yang fokus memahami agama saya, kecuali berhubungan dengan ras,” tutur Khan.

Dari pemikiran tersebut, Khan kemudian mengadakan sebuah acara simposium selama dua hari yang ditujukan kepada pelajar muslim di Amerika. Acara besar tersebut dihelatnya di sebuah lembaga muslim AS, Council on American-Islamic Relation (CAIR). Tujuan Khan mengadakan simposium tersebut yakni agar teman-teman muslimnya mengetahui identitas mereka sebagai warga AS sekaligus sebagai muslim, serta bagaimana menjembatani antara Islam dan masyarakat di Amerika.

Khan pun berhasil mengumpulkan 50 pelajar muslim Amerika dalam simposium tersebut. Mereka diajak mengikuti lokakarya tentang menghadapi Islamofobia dan rasisme, serta membangun hubungan yang baik di luar pembagian ras. “Defining Your American Identity” demikian tema yang diramu Khan dalam acara tersebut.

“Menjadi muslim sekaligus warga Amerika tidaklah saling eksklusif. Kamu bisa menjadi keduanya dan melakukannya dengan baik. Tak seorang pun pantas mempertanyakan keyakinanmu dan kewarganegaraanmu,” ujar gadis yang lahir di tengah keluarga imigran asal Pakistan tersebut.

Keaktifan Khan dalam menjembatani muslimin dengan masyarakat umum AS pun membuatnya terpilih dalam kompetisi Princeton University. Ia menjadi salah satu dari enam pelajar AS yang giat dalam isu etnis di Amerika, serta diundang dalam upacara penghargaan pada 11 April lalu. Penghargaan tersebut tentu sangat bergengsi karena diberikan oleh salah satu kampus terbaik dunia.

Adapun saat ditanya tentang hijab, Khan mengatakan bahwa ia ingin bersikap sopan dan berkomitmen kepada Allah. Karena itulah ia memilih berhijab meski harus menghadapi banyak tantangan sosial. “Saya memilih berhijab karena hal tersebut menguatkan nilai saya tentang kesopanan dan membuat saya berkomitmen kepada Tuhan. Hijab pula memberikan saya perlindungan dan membuat orang lain menilai saya berdasarkan karakter dan intelektualitas saya, bukan menilai berdasarkan penampilan. Hijab bukanlah penindasan,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Islamofobia terjadi di dunia barat tak terkecuali negeri Paman Sam. Bahkan menurut Institute for Social Policy and Understanding (ISPU), islamofobia di AS meningkat drastis pasca kampanye pemilihan presiden AS, Donald Trump pada tahun 2016 lalu. Lembaga think-thank yang berbasis di Washington tersebut menemukan data dan fakta bahwa kebencian terhadap muslim di AS berada di level tinggi yang tak pernah terjadi sebelum terpilihnya Trump.

Leave a Comment