Tradisi Ramadhan di Ternate dan Kumandang Empat Muazin

Masjid Sigi Lamo Masjid Sigi Lamo ( Foto : Kemdikbud.go.id )

Muslimahdaily - Ketika memasuki wilayah Ternate, suasananya tidak jauh berbeda dengan di pulau Jawa. Sebab, mayoritas penduduk Ternate adalah muslim. Meski penduduknya mayoritas dari wilayah pesisir, tapi sikap mereka kepada turis luar cukup ramah.

Spirit dan kehidupan yang berpusat di Ternate memiliki kemiripan dengan penduduk di Jawa. Maklum, Sultan Zainal Abidin adalah raja pertama Ternate yang banyak belajar soal pemerintahan di Gresik. Namun, mereka tetap memiliki ragam ritual yang sangat khas Ternate.

Salah satu yang paling khas di Ternate terutama pada bulan Ramadhan adalah kumandang adzan. Jika pada umumnya adzan hanya dikumandangkan oleh satu orang, di Ternate adzan dikumandangkan oleh empat muadzin sekaligus. Saat malam lailatul qadr tiba, beberapa masjid di Ternate seperti masjid Sigi Lamo (Masjid Sultan Ternate), masjid Sigi Heku, Masjid Sigi Heku dan masjid Fathil Huda terdengar semarak dengan kumandang empat muazin tersebut.

Saat mengumandangkan adzan secara berbarengan, pada saf pertama pemangku adat juga akan duduk berhadapan dengan para jamaah. Empat muadzin tersebut menyimbolkan keberadaan empat soa (kelurahan) pertama di Kota Ternate. Namun, ada yang meyakini angka empat tersebut juga bermakna ada empat kerajaan di Maluku Utara yang dahulu pernah berjaya. Yakni, Kerajaan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan.

Tradisi unik lain di Ternate selama Ramadhan yakni ketika penentuan awal bulan puasa. Pada umumnya, menentukan awal Ramadhan dalam peninggalan Islam hanya berdasarkan hisab (perhitungan astronomi) atau rukyatulhilal (melihat bulan). Namun, di Ternate ada satu metode yang ternyata juga cukup andal dipakai dalam menentukan awal puasa. Metode tersebut disebut gusungi.

Metode gusungi merupakan metode dengan melihat fenomena alam yang hanya terjadi di Ternate. Setiap tahun, di Ternate terdapat rumput laut yang tumbuh di bibir pantai ternate. Pada periode tertentu, tumbuhan ini melepaskan semacam bunga putih-puith. Sehingga pemandangan bibir pantai seolah diselimuti kabut tipis halus.

Metode tersebut dijamin keakuratannya oleh penduduk Ternate. Sehingga, tiap tahun, tiap kali rumput laut tersebut mengeluarkan bunganya, pemerintah pusat selalu mengumumkan bahwa esoknya adalah waktu berpuasa. Metode tersebut juga dipakai terutama jika memandang ke atas ternyata langit dalam keadaan mendung. Begitu bunga-bunga yang dikeluarkan oleh rumput laut terlihat, maka masyarakat Ternate segera berpuasa atau malamnya langsung melaksanakan salat tarawih.

Ada pula beberapa aturan adat yang berlaku di masjid-masjid Ternate. Salah satunya mewajibkan jamaah laki-laki untuk mengenakan penutup kepala ketika sudah berada di dalam masjid dan jika ingin melaksanakan salat. Aturan mengenakan penutup kepala tersebut ditengarai merujuk pada kebiasaan rasulullah dulu.

Selain itu, jamaah laki-laki juga dilarang mengenakan sarung. Berdasar ilmu tasawuf yang diyakini penduduk Ternate, seseorang yang sedang salat berarti sedang membentuk posisi tubuh berbentuk huruf “lam alif” terbalik. Jadi, mereka menanggap jika mengenakan kain sarung, maka posisi badan tidak akan nampak. Selain itu, penggunaan sarung dianggap ribet oleh mereka. Mereka beranggapan, mengenakan celana lebih praktis, sehingga begitu keluar masjid dapat langsung beraktivitas.

Leave a Comment